Liputan6.com, Jakarta Perayaan Hari Raya Galungan 2025 di Bali menjadi salah satu momen sakral yang dinantikan oleh umat Hindu. Tradisi ini menandai kemenangan dharma atas adharma, sehingga masyarakat mempersiapkan berbagai ritual dan upacara sejak jauh-jauh hari.
Suasana kota dan desa dipenuhi penjor berhiaskan janur, aroma sesaji dan gemericik doa yang menghiasi setiap pura serta rumah warga. Kesakralan Hari Raya Galungan 2025 menghadirkan kesempatan bagi keluarga untuk berkumpul, bersembahyang dan menjaga kelestarian adat leluhur.
Dalam rangka menyambut Hari Raya Galungan 2025, berbagai kegiatan keagamaan dilaksanakan secara bertahap, mulai dari Tumpek Wariga, Sugihan Jawa, hingga Penampahan. Setiap tahap memiliki makna filosofis mendalam, termasuk penyucian diri, pengendalian hawa nafsu dan persiapan spiritual. Hari Raya Galungan 2025 bukan sekadar perayaan simbolik, melainkan momentum refleksi dan pemaknaan kembali nilai-nilai luhur.
Selain aspek keagamaan, Hari Raya Galungan 2025 juga membawa dampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Banyak keluarga yang merantau pulang ke kampung halaman untuk bersembahyang di pura keluarga, sekaligus menikmati kebersamaan antargenerasi.
Berikut ulasan lengkap yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Minggu (16/11/2025).
Sejarah dan Asal-Usul Perayaan Galungan
Perayaan Galungan merupakan salah satu tradisi keagamaan tertua yang dimiliki umat Hindu di Pulau Bali. Akar sejarahnya tercatat dalam naskah lontar kuno bernama Purana Bali Dwipa, yang menjelaskan bahwa hari raya ini pertama kali dilaksanakan pada hari Rabu Kliwon, Wuku Dungulan, pada tanggal 15 bulan keempat tahun Saka 804, atau setara dengan 882 Masehi. Dalam lontar tersebut tercantum kutipan:
"Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya."
Secara bebas, maknanya menyatakan bahwa perayaan Galungan pertama kali berlangsung pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan, tahun 804 Saka, ketika Pulau Bali digambarkan sebagai Indra Loka atau semacam surga yang dipenuhi kesucian dan keharmonisan. Hal ini menegaskan bahwa Galungan tidak hanya memiliki nilai religius, tetapi juga simbolisasi kedamaian dan kesejahteraan masyarakat Bali pada masa itu.
Tradisi perayaan Galungan pada awalnya dilakukan secara rutin setiap 210 hari sekali, menandai siklus keagamaan yang tetap dijaga turun-temurun. Namun, selama perjalanan sejarahnya, terdapat masa ketika perayaan ini sempat terhenti. Tepatnya pada tahun 1103 Saka, perayaan Galungan tidak lagi dilaksanakan, bertepatan dengan naiknya Raja Sri Ekajaya sebagai penguasa di Bali.
Ketidakteraturan ini konon menyebabkan berbagai masalah sosial dan spiritual, termasuk munculnya musibah yang dianggap berulang-ulang dan umur pejabat kerajaan yang relatif pendek, menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan bangsawan.
Untuk mencari penyelesaian terhadap fenomena tersebut, Raja Sri Jayakasunu melakukan praktik tapa brata dan samadhi yang dikenal sebagai Dewa Sraya, sebuah bentuk meditasi mendekatkan diri pada para dewa, tepatnya di Pura Dalem Puri yang berdekatan dengan Pura Besakih. Melalui kesungguhan spiritualnya, Raja Sri Jayakasunu menerima pawisik atau bisikan religius dari Dewi Durgha, dewi sakti yang berasal dari Dewa Siwa.
Dalam pawisik itu, dijelaskan bahwa leluhur dan masyarakat Bali terdahulu memiliki umur pendek serta mengalami kesulitan karena tradisi Galungan tidak lagi dijalankan. Dewi Durgha menekankan perlunya mengembalikan perayaan Galungan setiap Rabu Kliwon Wuku Dungulan sesuai tradisi leluhur untuk mengembalikan keseimbangan spiritual dan harmonisasi sosial masyarakat.
Sejak saat itulah, Galungan kembali dihidupkan secara rutin dan hingga kini tetap menjadi salah satu perayaan terpenting bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini bukan hanya ritual keagamaan semata, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya, mempererat hubungan sosial antarwarga, serta menegaskan nilai-nilai spiritual yang mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat Bali, dari generasi ke generasi.
Rangkaian Tradisi Upacara Menjelang Hari Raya Galungan
Perayaan Galungan di Bali bukan sekadar berlangsung pada satu hari, melainkan melibatkan serangkaian upacara yang dijalankan bertahap jauh sebelum puncak hari raya. Setiap tahapan memiliki makna filosofis dan ritual tertentu yang berkaitan dengan penyucian diri, lingkungan, dan hubungan spiritual umat Hindu dengan para dewa serta leluhur. Serangkaian prosesi ini tidak hanya menekankan aspek religius, tetapi juga mengandung nilai sosial dan budaya yang mempererat kebersamaan masyarakat.
1. Tumpek Wariga
Tumpek Wariga merupakan salah satu upacara yang jatuh 25 hari sebelum Galungan, tepat pada hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga. Pada hari ini, umat Hindu memberikan penghormatan kepada Sang Hyang Sangkara, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang diyakini sebagai pelindung dan pencipta segala jenis tumbuh-tumbuhan di dunia. Tradisi ini dilakukan dengan menyajikan banten berupa bubur sumsum (bubuh) berwarna-warni yang masing-masing melambangkan jenis tanaman tertentu: bubuh putih untuk umbi-umbian, bubuh merah untuk tanaman padang-padangan, bubuh hijau untuk pohon generatif, serta bubuh kuning untuk pohon vegetatif. Selain itu, pohon-pohon disiram dengan tirta wangsuhpada (air suci) dan diberi canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, serta sasat, disertai ucapan harapan agar pepohonan dapat berbuah subur, menandai awal persiapan spiritual menuju Galungan.
2. Sugihan Jawa dan Sugihan Bali
Sugihan Jawa jatuh pada Kamis Wage Wuku Sungsang dan berfokus pada pembersihan lingkungan luar, disebut juga Bhuana Agung. Pada hari ini, umat Hindu melaksanakan ritual Mererebu atau Mererebon untuk menetralisir segala energi negatif yang mungkin ada di sekitar rumah, merajan, hingga pura desa. Sesaji berupa Guling Babi biasanya disiapkan dan kemudian dagingnya dibagikan kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk berkah. Sementara itu, Sugihan Bali berlangsung sehari setelah Sugihan Jawa, yaitu pada Jumat Kliwon Wuku Sungsang, dengan fokus pada pembersihan diri sendiri atau Bhuana Alit. Umat melakukan pembersihan fisik melalui mandi dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbol penyucian jiwa raga, sehingga lahir batin menjadi bersih dan siap menyambut Galungan.
3. Penyekeban dan Penyajaan
Penyekeban jatuh pada Minggu Pahing Wuku Dungulan dan memiliki makna filosofis sebagai hari mengekang diri atau nyekeb indriya. Umat Hindu diharapkan menahan hawa nafsu, pikiran negatif, dan perilaku yang tidak sesuai dharma, sebagai bentuk persiapan spiritual menjelang Galungan. Hari berikutnya, Penyajaan, terjadi pada Senin Pon Wuku Dungulan. Filosofi hari ini menekankan penguatan niat dan tekad spiritual. Menurut kepercayaan, Sang Bhuta Dungulan menggoda umat sebagai ujian pengendalian diri, sehingga Penyajaan menjadi momen introspeksi sekaligus persiapan mental menghadapi puncak perayaan.
4. Penampahan
Puncak persiapan sebelum Galungan ditandai oleh Penampahan, yang jatuh sehari sebelum hari raya, pada Selasa Wage Wuku Dungulan. Kata "Penampahan" berasal dari kata nampa, berarti menyambut. Pada hari ini, umat Hindu sibuk menyiapkan berbagai sesaji dan hidangan khas Galungan, termasuk pembuatan penjor sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan, serta penyembelihan babi sebagai lambang penyingkiran hawa nafsu kebinatangan dalam diri manusia. Selain itu, penyiapan suguhan khusus seperti nasi, lauk-pauk, jajanan, buah, kopi, sirih-pinang, atau rokok ditujukan bagi leluhur yang diyakini mulai turun ke bumi untuk berkunjung ke keturunan mereka. Tradisi ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara dunia spiritual dan dunia manusia dalam rangka menyambut Galungan dengan penuh kesucian dan rasa syukur.
Informasi Tanggal Libur saat Perayaan Galungan di Bali
Walaupun Hari Raya Galungan tidak termasuk dalam daftar resmi hari libur nasional di Indonesia, umat Hindu di Bali diberikan kesempatan khusus untuk merayakannya dengan khidmat, melalui kebijakan dispensasi yang telah diatur secara resmi oleh Pemerintah Provinsi Bali. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2024 yang memuat ketentuan mengenai Hari Libur Nasional, cuti bersama, serta dispensasi bagi umat Hindu di Bali dalam rangka menjalankan perayaan hari raya suci. Surat edaran ini menjadi pedoman resmi bagi instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta di wilayah Bali agar memberikan kelonggaran bagi pegawai atau masyarakat Hindu yang ingin melaksanakan rangkaian peribadatan secara penuh.
Melalui ketentuan tersebut, beberapa tanggal telah ditetapkan sebagai hari libur daerah khusus untuk menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan. Rangkaian libur ini dimulai dari:
- Penampahan Galungan pada tanggal 18 November 2025
- Hari Raya Galungan pada 19 November 2025
- Umanis Galungan pada 20 November 2025
- Penampahan Kuningan jatuh pada 28 November 2025
- Puncak Kuningan pada 29 November 2025.
Penetapan tanggal-tanggal ini memungkinkan umat Hindu di Bali untuk melaksanakan berbagai ritual dan upacara adat tanpa terganggu oleh kewajiban kerja atau aktivitas rutin lainnya, sehingga semua prosesi spiritual dapat dilakukan secara optimal.
Hari libur daerah ini memberikan peluang bagi masyarakat Hindu untuk menyiapkan sesaji, menata penjor di depan rumah, dan menyelenggarakan upacara persembahyangan di pura keluarga maupun pura desa. Bagi lembaga pendidikan, tanggal tersebut biasanya dijadikan hari bebas kegiatan belajar mengajar atau penyesuaian jadwal, sedangkan instansi pemerintah dan sektor swasta dapat memberikan izin khusus bagi karyawan Hindu untuk melaksanakan ibadah dan tradisi budaya. Dengan begitu, perayaan Galungan tetap dapat berlangsung sesuai dengan tata cara adat yang telah diwariskan secara turun-temurun, sekaligus menjaga kelestarian budaya Bali.
Dengan demikian, meskipun tanggal 19 November 2025 dan rangkaian hari sekitarnya tidak termasuk dalam kalender hari libur nasional di Indonesia, masyarakat Hindu di Bali memperoleh status hari libur daerah berdasarkan kebijakan Gubernur Bali. Dispensasi ini mencerminkan penghormatan pemerintah terhadap praktik keagamaan dan budaya lokal, sekaligus memastikan bahwa umat Hindu dapat menyelenggarakan seluruh rangkaian upacara Galungan dan Kuningan dengan tertib, khidmat, dan penuh makna spiritual.
FAQ Seputar Topik
Kapan Hari Raya Galungan 2025 dirayakan?
Hari Raya Galungan 2025 akan dirayakan dua kali, yaitu pada Rabu, 23 April 2025, dan Rabu, 19 November 2025.
Apa makna utama dari Hari Raya Galungan?
Makna utama Galungan adalah perayaan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan), serta ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi apa saja yang dilakukan umat Hindu menjelang dan saat Galungan?
Tradisi menjelang Galungan meliputi Tumpek Wariga, Penyekeban, Penyajaan, dan Penampahan Galungan dengan pembuatan penjor. Saat Galungan ada persembahyangan dan Ngelawang Barong.
Mengapa Galungan dirayakan dua kali dalam setahun?
Galungan dirayakan dua kali dalam setahun karena mengikuti perhitungan kalender Bali (Pawukon) yang berlangsung setiap 210 hari.
Apa hubungan antara Galungan dan Kuningan?
Kuningan adalah perayaan yang menutup rangkaian Galungan, dirayakan 10 hari setelah Galungan, untuk memohon keselamatan dan perlindungan.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414701/original/044326400_1763346220-model_rumah_mungil.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/730895/original/066292000_1409570929-roach.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414684/original/028410500_1763345755-model_kebaya_bali__13_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3546949/original/069181700_1629519618-gomiti-elbow-pasta-bowl.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5372953/original/048465800_1759805668-Ular_Air_Kelabu.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414305/original/002021300_1763275532-daster_rumahan1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414499/original/096770000_1763288248-model_gamis_kombinasi_brokat_organza__5_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414395/original/083730700_1763280128-model_rumah_kecil_di_gang__8_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1634909/original/064063100_1498619257-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414321/original/025539000_1763276028-gamis_ibu-ibu.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414445/original/088585200_1763281797-Cover___Lead__7_.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414425/original/017874100_1763281118-67c26169-37f4-437f-bb9e-8fb9ff5b4425.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414417/original/080847600_1763280582-pagar2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414405/original/051897100_1763280149-39286276-db3c-4db3-a7d1-d67d3de8381e.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2103654/original/093794800_1524197419-iStock-802409906.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5409930/original/008662900_1762915440-desain_rumah_kecil_minimalis__10_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5394696/original/099665800_1761638200-Gemini_Generated_Image_fdmylsfdmylsfdmy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414358/original/063334400_1763278570-f9d75099-e66f-4e66-a70c-767038818eae.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414334/original/004613000_1763276633-unnamed__12_.png)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414281/original/013926500_1763273938-crinkle__5_.jpg)










:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5295897/original/086370600_1753509077-Berita_Foto_BRI_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5347356/original/093309300_1757667913-Gemini_Generated_Image_k68zk1k68zk1k68z.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296109/original/084505100_1753519774-ChatGPT_Image_26_Jul_2025__15.48.32.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5363574/original/067634200_1758951074-Gemini_Generated_Image_d15sird15sird15s.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296141/original/004257200_1753523929-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344811/original/023366400_1757493743-hl.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3936591/original/031031300_1645054040-james-wheeler-HJhGcU_IbsQ-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301927/original/084578200_1753962313-8.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5345053/original/058577600_1757501490-01325d16-633b-4633-90e6-950efdbca489.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5370599/original/040845800_1759561568-Gamis_Simple_tapi_elegan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5294266/original/006803800_1753360820-20250724-Latihan_Timnas_U-23-HEL_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5290007/original/084072200_1753086458-20250721-Drawing-HEL_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301461/original/004913900_1753948899-8ebcdc04-e2eb-4e2e-ad9d-02d939cb6c3d.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5295631/original/082193100_1753466557-20250725-Indonesia_U-23-HEL_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5290465/original/074464300_1753114380-20250721-Indonesia_vs_Malaysia_U-23-HEL_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301436/original/083885300_1753948530-Gemini_Generated_Image_od5ormod5ormod5o.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296744/original/042952000_1753606701-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301565/original/059885200_1753950655-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5295714/original/047320100_1753499141-Gemini_Generated_Image_rrl8kgrrl8kgrrl8.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5296179/original/059865200_1753528042-1.jpg)