Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, baru-baru ini menjatuhkan vonis pidana mati kepada Hendrik Kosumo (41) yang terbukti memiliki dan mengelola pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area. Majelis hakim yang dipimpin oleh Nani Sukmawati memutuskan bahwa Hendrik bersalah karena memproduksi dan menyalurkan narkotika golongan I dalam jumlah besar. Selain Hendrik, empat terdakwa lainnya juga dijatuhi hukuman, dengan berbagai vonis yang berbeda.
Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 6 Maret 2025, hakim mengungkapkan bahwa Hendrik Kosumo terbukti melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. "Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Hendrik Kosumo dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim, Nani Sukmawati, dikutip dari ANTARA. Hendrik terbukti memproduksi narkotika dalam bentuk ekstasi yang kemudian dipasarkan ke sejumlah diskotek di Sumatera Utara.
Hukuman terhadap Hendrik ini menjadi sorotan publik karena pabrik ekstasi yang dikelolanya telah beroperasi selama sekitar enam bulan dan berhasil memasarkan produk terlarang tersebut. Selain itu, keputusan hakim juga mengungkapkan peran terdakwa lainnya, termasuk istri Hendrik, Debby Kent, yang turut berperan dalam pengelolaan pabrik ekstasi tersebut.
Penggerebekan Pabrik Ekstasi Rumahan
Pada 11 Juni 2024, sebuah operasi besar yang melibatkan petugas dari Dittipidnarkoba Bareskrim Polri dan Polda Sumut mengungkap keberadaan pabrik ekstasi rumahan milik Hendrik Kosumo. Pabrik tersebut berlokasi di sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Kapten Jumhana, Medan. Setelah penggerebekan, polisi berhasil menyita berbagai barang bukti, termasuk alat cetak ekstasi, bahan kimia padat seberat 8,96 kilogram, serta bahan kimia cair 218,5 liter. Selain itu, petugas juga menemukan sekitar 635 butir ekstasi dan bahan kimia prekursor yang digunakan untuk pembuatan narkotika.
Dalam proses penyidikan, polisi menemukan bahwa pabrik tersebut telah beroperasi selama enam bulan dan memproduksi ekstasi untuk dipasarkan ke berbagai diskotek di Sumatera Utara, termasuk kota Pematangsiantar. Hal ini menunjukkan skala produksi dan distribusi yang cukup besar, yang menambah dampak negatif terhadap masyarakat setempat.
Peran Hendrik Kosumo dalam Kasus Narkotika
Hendrik Kosumo sebagai pemilik dan pengelola pabrik ekstasi memiliki peran utama dalam operasi ilegal tersebut. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas produksi dan distribusi narkotika, Hendrik dihukum dengan vonis pidana mati. Hakim menyatakan bahwa Hendrik terbukti melanggar Pasal 113 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur tentang peredaran narkotika golongan I dalam jumlah yang melebihi lima gram.
Selama sidang, Hendrik membantah beberapa tuduhan yang dikenakan padanya, namun bukti yang ada cukup kuat untuk mengarahkannya sebagai pelaku utama. Termasuk di antaranya adalah barang bukti berupa peralatan laboratorium dan bahan kimia yang ditemukan di lokasi penggerebekan. Keberadaan barang bukti ini menguatkan bukti bahwa Hendrik sengaja mengelola pabrik ekstasi tersebut secara terorganisir.
Vonis Terhadap Terdakwa Lainnya
Selain Hendrik Kosumo, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa lainnya. Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43) dijatuhi pidana penjara seumur hidup karena terbukti bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi. Sedangkan tiga terdakwa lainnya, yakni Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36) (istri Hendrik Kosumo) masing-masing dijatuhi pidana penjara selama 20 tahun.
Terdakwa-tiga lainnya tersebut terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur tentang peredaran narkotika. Mereka terlibat dalam proses distribusi ekstasi yang diproduksi di pabrik milik Hendrik, dengan masing-masing memiliki peran yang berbeda.
Alasan Majelis Hakim Menjatuhkan Vonis Mati
Dalam mempertimbangkan vonis, hakim menyatakan bahwa hal yang memberatkan para terdakwa adalah fakta bahwa mereka telah meresahkan masyarakat dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Keberadaan pabrik ekstasi ini berpotensi merusak generasi muda dan menambah masalah narkoba yang tengah dihadapi Indonesia. Oleh karena itu, vonis pidana mati untuk Hendrik Kosumo dianggap sebagai bentuk hukuman yang setimpal.
Selain itu, tidak ditemukan adanya faktor yang meringankan bagi Hendrik Kosumo. Hakim juga menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa menunjukkan tingkat kejahatan yang sangat tinggi, dengan dampak sosial yang luas. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa depan.
Pertanyaan dan Jawaban:
Q: Apa yang menjadi alasan Hendrik Kosumo dijatuhi hukuman mati?
A: Hendrik Kosumo dijatuhi hukuman mati karena terbukti memproduksi dan menyalurkan narkotika golongan I dalam jumlah yang melebihi lima gram, yang melanggar Pasal 113 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Q: Apa yang menjadi faktor yang memberatkan dalam kasus ini?
A: Faktor yang memberatkan adalah perbuatan para terdakwa yang telah meresahkan masyarakat dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika.