Liputan6.com, Jakarta Sholat jamak takhir merupakan salah satu keringanan (rukhsah) yang Allah SWT berikan kepada umat Islam dalam menjalankan ibadah sholat fardhu. Keringanan ini sangat bermanfaat terutama bagi mereka yang sedang dalam perjalanan atau kondisi tertentu yang memungkinkan untuk menggabungkan dua waktu sholat. Pemahaman tentang sholat jamak takhir ini penting untuk diketahui oleh seluruh kaum muslimin agar dapat melaksanakannya dengan benar sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan.
Secara definisi, sholat jamak takhir adalah menggabungkan dua waktu sholat yang dilaksanakan pada waktu sholat yang kedua. Sebagai contoh, menggabungkan sholat Zuhur dan Ashar yang dilaksanakan pada waktu Ashar, atau menggabungkan sholat Maghrib dan Isya yang dilaksanakan pada waktu Isya. Meskipun kedua sholat tersebut dilaksanakan pada waktu sholat yang kedua, urutan pelaksanaannya tetap dimulai dari sholat yang pertama, baru kemudian dilanjutkan dengan sholat yang kedua.
Pengetahuan tentang tata cara sholat jamak takhir sangat penting untuk dipahami, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan jauh (safar). Allah SWT telah memberikan keringanan ini sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia, agar ibadah sholat tetap dapat dilaksanakan dengan baik meski dalam kondisi yang menyulitkan. Dengan memahami dan mempraktikkan sholat jamak takhir sesuai dengan ketentuannya, diharapkan kaum muslimin dapat terus menjaga kewajiban sholatnya dalam berbagai situasi dan kondisi.
Mari simak rangkuman lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum pada Kamis (13/3).
Beredar rekaman kamera CCTV yang menampilkan detik-detik seorang dosen IAIN Langsa meninggal dunia saat melaksanakan ibadah sholat Ashar.
Dasar Hukum Sholat Jamak Takhir
Sholat jamak takhir memiliki landasan hukum yang kuat berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Salah satu dalil yang menjadi sandaran pelaksanaan sholat jamak takhir ini adalah hadits dari Anas bin Malik RA yang menceritakan praktik Rasulullah SAW ketika dalam perjalanan.
Hadits tersebut berbunyi:
"Rasulullah SAW bila berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir Matahari, maka beliau mentakhirkan sholat Zuhur ke waktu Ashar. Kemudian beliau berhenti untuk menjamak keduanya. Jika Matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat Zuhur dahulu kemudian baru beliau naik kendaraan," (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan contoh langsung tentang praktik sholat jamak takhir kepada umatnya. Ketika beliau memulai perjalanan sebelum matahari tergelincir (sebelum masuk waktu Zuhur), maka beliau mengakhirkan sholat Zuhur sampai waktu Ashar dan menjamaknya bersama sholat Ashar pada waktu Ashar. Namun jika beliau memulai perjalanan setelah matahari tergelincir (setelah masuk waktu Zuhur), maka beliau melaksanakan sholat Zuhur terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan perjalanannya.
Para ulama sepakat bahwa hukum melaksanakan sholat jamak takhir adalah mubah (diperbolehkan) bagi orang yang memenuhi syarat-syaratnya. Keringanan ini merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya agar tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan ibadah, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 185:
"...يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ..."
"...yuriidullaahu bikumul yusra wa laa yuriidu bikumul 'usra..."
Artinya: "...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..."
Selain hadits dari Anas bin Malik RA di atas, terdapat juga hadits-hadits lain yang menunjukkan praktik sholat jamak yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai kondisi. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam pelaksanaan ibadah sholat sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh seorang muslim, namun tetap dalam koridor yang telah ditetapkan syariat.
Syarat-Syarat Sholat Jamak Takhir
Untuk dapat melaksanakan sholat jamak takhir, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini penting untuk diperhatikan agar pelaksanaan sholat jamak takhir sesuai dengan ketentuan syariat dan sah menurut hukum Islam.
Mengutip dari kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, setidaknya terdapat dua syarat utama yang harus dipenuhi untuk melaksanakan sholat jamak takhir:
- Pertama, membaca niat untuk menggabungkan sholat (jamak) ketika masih berada di waktu sholat pertama, dan waktu sholat pertama tersebut masih cukup untuk melaksanakan sholat dengan rakaat yang sempurna tanpa mengurangi jumlahnya. Niat ini menjadi syarat penting karena setiap amalan tergantung pada niatnya.
- Kedua, perjalanan yang ditempuh masih berlangsung hingga sholat kedua selesai dilaksanakan. Jika seorang musafir telah mengakhiri perjalanannya sebelum melaksanakan sholat yang dijamak takhir, maka sholat yang diniatkan untuk dijamak tersebut menjadi qadha (harus diganti di lain waktu).
Selain dua syarat utama tersebut, terdapat juga beberapa syarat lain menurut pendapat para ulama, di antaranya:
- Perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan jauh yang memenuhi jarak minimal untuk melaksanakan sholat jamak, yaitu sekitar 80-85 kilometer menurut sebagian besar ulama.
- Perjalanan tersebut adalah perjalanan yang diperbolehkan (safar mubah), bukan perjalanan untuk tujuan maksiat atau hal-hal yang dilarang dalam Islam.
- Urutan pelaksanaan sholat tetap diperhatikan, dimulai dari sholat yang waktunya lebih awal kemudian dilanjutkan dengan sholat yang waktunya kemudian, tanpa ada jeda panjang di antara keduanya.
Sholat jamak takhir juga dapat dilaksanakan oleh orang yang bermukim (bukan musafir) dalam kondisi tertentu, seperti ketika turun hujan lebat yang menyulitkan untuk pergi ke masjid. Namun, untuk kondisi ini terdapat syarat-syarat tambahan yang perlu diperhatikan sesuai dengan ketentuan madzhab yang dianut.
Penting untuk dicatat bahwa sholat jamak takhir merupakan rukhsah (keringanan) yang diberikan oleh Allah SWT, namun tidak berarti dapat dilaksanakan sesuka hati tanpa memperhatikan syarat-syaratnya. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang syarat-syarat pelaksanaan sholat jamak takhir ini menjadi sangat penting agar ibadah yang dilaksanakan tetap sah dan diterima di sisi Allah SWT.
Tata Cara Sholat Jamak Takhir Zuhur dan Ashar
Salah satu bentuk sholat jamak takhir yang umum dilaksanakan adalah menggabungkan sholat Zuhur dan Ashar pada waktu Ashar. Berikut adalah tata cara lengkap pelaksanaan sholat jamak takhir Zuhur dan Ashar yang dapat dijadikan panduan:
Langkah-langkah pelaksanaan sholat jamak takhir Zuhur dan Ashar:
1. Ketika telah masuk waktu Ashar, mulailah dengan berniat untuk melaksanakan sholat Zuhur yang dijamak dengan sholat Ashar. Niat sholat Zuhur untuk jamak takhir adalah sebagai berikut:
أُصَلِّي فَرْضَ الظُّهْرِأربع رَكعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع العَصْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى
"Ushollii fardlozh zhuhri arba'a raka'aatin majmuu'an ma'al ashri adaa-an lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Zuhur 4 rakaat yang dijamak dengan Ashar, fardu karena Allah Ta'aala."
2. Setelah berniat, lanjutkan dengan takbiratul ihram (mengucapkan "Allahu Akbar" sambil mengangkat kedua tangan).
3. Membaca doa iftitah seperti biasa.
4. Membaca surat Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat pendek atau ayat Al-Qur'an lainnya.
5. Melakukan rukuk, i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua sebagaimana pelaksanaan sholat pada umumnya.
6. Berdiri untuk melaksanakan rakaat kedua hingga rakaat keempat dengan tata cara yang sama.
7. Pada rakaat kedua, duduk untuk tasyahud awal setelah sujud kedua.
8. Pada rakaat keempat, duduk untuk tasyahud akhir dan diakhiri dengan salam.
9. Setelah menyelesaikan sholat Zuhur, langsung berdiri untuk melaksanakan sholat Ashar tanpa diselingi aktivitas lain yang tidak berkaitan dengan sholat.
10. Membaca niat sholat Ashar jamak takhir sebagai berikut:
أُصَلِّي فَرْضَ العَصْرِ أربع رَكعَاتٍ مَجْمُوْعًا مع الظُّهْرِ اَدَاءً للهِ تَعَالى
"Ushollii fardlol 'ashri arba'a raka'aatin majmuu'an ma'azh zhuhri adaa-an lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Ashar 4 rakaat yang dijamak dengan Zuhur, fardu karena Allah Ta'aala."
11. Melaksanakan sholat Ashar sebagaimana pelaksanaan sholat fardhu pada umumnya, dimulai dari takbiratul ihram hingga salam.
Penting untuk diperhatikan bahwa pelaksanaan kedua sholat tersebut harus berurutan, dimulai dari sholat Zuhur kemudian dilanjutkan dengan sholat Ashar, meskipun keduanya dilaksanakan pada waktu Ashar. Selain itu, tidak disarankan adanya jeda atau aktivitas lain yang memisahkan di antara kedua sholat tersebut, kecuali yang berkaitan dengan persiapan sholat seperti iqamah.
Pelaksanaan sholat jamak takhir Zuhur dan Ashar ini sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang dalam perjalanan jauh atau kondisi tertentu yang memenuhi syarat untuk melaksanakan sholat jamak. Dengan memahami tata cara pelaksanaannya dengan benar, diharapkan ibadah sholat tetap dapat dilaksanakan dengan sempurna meskipun dalam kondisi yang menyulitkan.
Tata Cara Sholat Jamak Takhir Maghrib dan Isya
Selain menggabungkan sholat Zuhur dan Ashar, sholat jamak takhir juga dapat dilakukan untuk menggabungkan sholat Maghrib dan Isya pada waktu Isya. Berikut adalah tata cara lengkap pelaksanaan sholat jamak takhir Maghrib dan Isya yang dapat dijadikan panduan:
Langkah-langkah pelaksanaan sholat jamak takhir Maghrib dan Isya:
1. Ketika telah masuk waktu Isya, mulailah dengan berniat untuk melaksanakan sholat Maghrib yang dijamak dengan sholat Isya. Niat sholat Maghrib untuk jamak takhir adalah sebagai berikut:
اُصَلِى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ العِشَاءِ فَرْضًا للهِ تََعَالَى
"Ushollii fardlozh maghribi tsalaatsa raka'aatin majmuu'an ma'al 'isyaa'i Jam'a ta-khiirinin adaa-an lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Maghrib 3 rakaat yang dijamak dengan Isya, dengan jamak takhir, fardu karena Allah Ta'aala."
2. Setelah berniat, lanjutkan dengan takbiratul ihram (mengucapkan "Allahu Akbar" sambil mengangkat kedua tangan).
3. Membaca doa iftitah seperti biasa.
4. Membaca surat Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat pendek atau ayat Al-Qur'an lainnya.
5. Melakukan rukuk, i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua sebagaimana pelaksanaan sholat pada umumnya.
6. Berdiri untuk melaksanakan rakaat kedua dengan tata cara yang sama seperti rakaat pertama.
7. Pada rakaat kedua, setelah sujud kedua, duduk untuk tasyahud awal, kemudian berdiri untuk melaksanakan rakaat ketiga.
8. Pada rakaat ketiga, setelah membaca Al-Fatihah dan surat pendek, lanjutkan dengan rukuk, i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua.
9. Setelah sujud kedua pada rakaat ketiga, duduk untuk tasyahud akhir dan diakhiri dengan salam.
10. Setelah menyelesaikan sholat Maghrib, langsung berdiri untuk melaksanakan sholat Isya tanpa diselingi aktivitas lain yang tidak berkaitan dengan sholat.
11. Membaca niat sholat Isya jamak takhir sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ العِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ المَغْرِبِ فَرْضًا للهِ تََعَالَى
"Ushollii fardlozh 'isyaa'i arba'a raka'aatin majmuu'an ma'al magribi Jam'a ta-khiirinin adaa-an lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku berniat sholat Isya 4 rakaat yang dijamak dengan Maghrib, dengan jamak takhir, fardhu karena Allah Ta'aala."
12. Melaksanakan sholat Isya sebagaimana pelaksanaan sholat fardhu pada umumnya, dimulai dari takbiratul ihram hingga salam.
Sama seperti pelaksanaan jamak takhir Zuhur dan Ashar, dalam pelaksanaan jamak takhir Maghrib dan Isya juga harus memperhatikan urutan, dimulai dari sholat Maghrib kemudian dilanjutkan dengan sholat Isya, meskipun keduanya dilaksanakan pada waktu Isya. Tidak disarankan adanya jeda atau aktivitas lain yang memisahkan di antara kedua sholat tersebut, kecuali yang berkaitan dengan persiapan sholat.
Pelaksanaan sholat jamak takhir Maghrib dan Isya ini juga sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang dalam perjalanan jauh atau kondisi tertentu yang memungkinkan untuk melaksanakan sholat jamak. Dengan memahami tata cara pelaksanaannya dengan benar, diharapkan ibadah sholat tetap dapat dilaksanakan dengan sempurna meskipun dalam kondisi yang menyulitkan.
Kondisi yang Membolehkan Sholat Jamak Takhir
Meskipun sholat jamak takhir merupakan keringanan yang diberikan oleh Allah SWT, namun tidak semua kondisi membolehkan seseorang untuk melaksanakannya. Terdapat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi sebab diperbolehkannya melaksanakan sholat jamak takhir. Berikut adalah beberapa kondisi yang umumnya disepakati oleh para ulama sebagai alasan yang membolehkan pelaksanaan sholat jamak takhir:
1. Safar (Perjalanan Jauh)
Kondisi yang paling umum dan disepakati oleh para ulama sebagai alasan diperbolehkannya sholat jamak takhir adalah safar atau perjalanan jauh. Safar yang dimaksud adalah perjalanan yang memenuhi jarak minimal untuk melaksanakan sholat jamak, yaitu sekitar 80-85 kilometer menurut sebagian besar ulama, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai jarak pastinya.
Rasulullah SAW sendiri telah memberikan contoh pelaksanaan sholat jamak ketika dalam perjalanan, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits-hadits shahih. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa:
"Anas bin Malik berkata, 'Biasanya Rasulullah SAW menjamak antara sholat Zuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya ketika dalam perjalanan.'" (HR. Muslim)
Syarat perjalanan yang membolehkan untuk melaksanakan sholat jamak takhir adalah perjalanan yang mubah (diperbolehkan), bukan perjalanan untuk tujuan maksiat atau hal-hal yang dilarang dalam Islam. Selain itu, perjalanan tersebut masih berlangsung hingga waktu sholat kedua yang dijamak.
2. Kondisi Hujan Lebat
Sebagian ulama, terutama dari madzhab Syafi'i dan Hanbali, membolehkan pelaksanaan sholat jamak takhir bagi orang yang bermukim (bukan musafir) dalam kondisi hujan lebat yang menyulitkan untuk pergi ke masjid. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA:
"Rasulullah SAW menjamak antara sholat Zuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah tanpa adanya rasa takut atau hujan." (HR. Muslim)
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah Rasulullah SAW menjamak sholat untuk menghilangkan kesulitan dari umatnya, meskipun tanpa adanya sebab yang nyata seperti hujan atau takut. Namun, sebagian ulama mengaitkan hadits ini dengan kondisi hujan, karena diriwayatkan dalam riwayat lain bahwa Ibnu Abbas RA melaksanakan sholat jamak ketika turun hujan lebat.
3. Kondisi Sakit atau Uzur
Beberapa ulama juga membolehkan pelaksanaan sholat jamak takhir bagi orang yang sedang sakit atau dalam kondisi uzur yang menyulitkannya untuk melaksanakan sholat pada waktunya. Hal ini didasarkan pada prinsip kemudahan dalam agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
"...مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ..."
"...maa yuriidullaahu liyaj'ala 'alaikum min haraj..."
Artinya: "...Allah tidak ingin menyulitkan kalian..." (QS. Al-Maidah: 6)
Imam Ahmad bin Hanbal dan sebagian ulama madzhab Hanbali membolehkan pelaksanaan sholat jamak bagi orang yang sakit, berdasarkan qiyas (analogi) dengan kebolehan menjamak sholat bagi musafir. Mereka berpendapat bahwa kesulitan yang dialami oleh orang yang sakit tidak lebih ringan dari kesulitan yang dialami oleh musafir.
4. Kondisi Masyaqqah (Kesulitan) yang Luar Biasa
Beberapa ulama kontemporer juga membolehkan pelaksanaan sholat jamak takhir dalam kondisi masyaqqah (kesulitan) yang luar biasa, yang menyebabkan seseorang sulit untuk melaksanakan sholat pada waktunya. Misalnya, bagi para pekerja dengan jadwal kerja yang sangat padat dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan pada waktu sholat, atau bagi tenaga medis yang sedang menangani pasien dalam kondisi gawat darurat.
Pendapat ini didasarkan pada kaidah fiqih:
"المشقة تجلب التيسير"
"Al-masyaqqatu tajlibu at-taysir"
Artinya: "Kesulitan mendatangkan kemudahan"
Namun, perlu dicatat bahwa kebolehan ini bersifat pengecualian dan tidak boleh dijadikan kebiasaan. Seseorang tetap dianjurkan untuk berusaha melaksanakan sholat pada waktunya semaksimal mungkin, dan hanya menggunakan keringanan ini ketika benar-benar dalam kondisi yang menyulitkan.
Penting untuk diingat bahwa meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kondisi-kondisi yang membolehkan pelaksanaan sholat jamak takhir, namun prinsip utamanya adalah menghilangkan kesulitan dan memberikan kemudahan bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya mengikuti pendapat yang lebih sesuai dengan kondisi dan keadaannya, dengan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam beribadah.
Semoga informasi ini bermanfaat. Ingatlah untuk selalu mengutamakan pemahaman yang benar tentang agama dan berpedoman pada sumber-sumber terpercaya.