:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286045/original/002281700_1752734837-1.jpg)
1/6
Foto selebaran yang diambil pada 16 Juli 2025 dan dirilis pada 17 Juli 2025 oleh Dinas Pemadam Kebakaran Gyeonggi-do ini menunjukkan anggota tim penyelamat yang sedang mencari orang-orang yang hilang setelah dinding penahan setinggi 10 meter dari jembatan penyeberangan runtuh ke jalan saat hujan lebat di Osan, Korea Selatan. (Handout/Gyeonggi-do Fire Services/AFP)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286046/original/055391000_1752734837-2.jpg)
1/6
Korea Selatan kembali dikejutkan oleh cuaca ekstrem, saat hujan deras mengguyur sejumlah wilayah pada Kamis (17/7/2025), dengan intensitas yang mencetak rekor tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 1904. (Handout/Gyeonggi-do Fire Services/AFP)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286047/original/081909900_1752734839-3.jpg)
1/6
Wilayah Seosan di bagian barat provinsi Chungcheong Selatan menjadi lokasi terparah, dengan intensitas curah hujan mencapai 114,9 milimeter per jam. (Jung Yeon-je/AFP)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286048/original/081773500_1752734842-4.jpg)
1/6
Diketahui, Korea Selatan rutin menghadapi musim hujan tahunan setiap Juli, dan umumnya memiliki sistem penanggulangan bencana yang cukup baik. (Jung Yeon-je/AFP)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286049/original/032209500_1752734845-5.jpg)
1/6
Namun, perubahan iklim global telah membuat intensitas dan frekuensi kejadian cuaca ekstrem menjadi semakin sulit diprediksi. (Jung Yeon-je/AFP)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5286050/original/042581500_1752734847-6.jpg)
1/6
Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim telah memperburuk ekstremitas cuaca. Fenomena ini memperkuat tren bencana meteorologi yang melanda Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir. (Jung Yeon-je/AFP)