Harga ayam broiler di pasaran merupakan hasil dari interaksi kompleks berbagai faktor, baik dari sisi hulu (produksi) hingga hilir (konsumen). Perubahan pada satu atau beberapa elemen dalam rantai pasok ini dapat secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi harga jual ayam broiler per kilogram. Berikut ini adalah uraian lengkap mengenai faktor-faktor utama yang menjadi penentu fluktuasi harga ayam broiler di berbagai daerah:
1. Biaya Produksi dan Harga Pakan
Biaya pakan menjadi komponen terbesar dalam beternak ayam broiler, yaitu sekitar 60% hingga 70% dari total biaya produksi. Pakan ternak umumnya terdiri dari jagung, bungkil kedelai, dedak, serta suplemen dan vitamin tambahan.
Harga bahan-bahan ini sangat tergantung pada kondisi pasokan dalam negeri maupun global, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, mengingat sebagian besar bahan baku pakan masih diimpor. Jika harga pakan naik, otomatis biaya produksi ayam meningkat, dan peternak akan menyesuaikan harga jualnya. Selain pakan, komponen produksi lain seperti listrik, air, tenaga kerja, vaksinasi, dan pengobatan ternak juga berkontribusi besar dalam menentukan harga akhir ayam broiler.
2. Kondisi Cuaca dan Kesehatan Ternak
Cuaca ekstrem seperti musim hujan yang panjang atau suhu tinggi yang berkepanjangan dapat memengaruhi pertumbuhan ayam broiler. Ayam sangat sensitif terhadap suhu lingkungan, dan perubahan drastis bisa menyebabkan stres atau bahkan kematian.
Kondisi ini juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti flu burung, Newcastle disease, dan penyakit saluran pernapasan. Ketika banyak ayam mati atau tumbuh tidak optimal, pasokan ayam ke pasar menurun, yang pada akhirnya menyebabkan harga ayam naik karena permintaan tidak terpenuhi.
3. Permintaan Konsumen dan Musiman
Permintaan konsumen terhadap ayam broiler sangat fluktuatif tergantung musim dan momen tertentu. Misalnya, menjelang bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, permintaan ayam biasanya melonjak tajam karena kebutuhan konsumsi meningkat baik dari rumah tangga maupun pelaku usaha kuliner.
Sebaliknya, pada periode pasca-liburan atau masa-masa tenang, permintaan menurun, dan harga ayam bisa mengalami penurunan. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan inilah yang menjadi salah satu pemicu utama fluktuasi harga.
4. Distribusi dan Lokasi Geografis
Faktor distribusi dan lokasi juga memainkan peranan penting dalam menentukan harga ayam di suatu wilayah. Daerah yang dekat dengan sentra produksi ayam cenderung memiliki harga yang lebih stabil dan murah karena biaya logistik rendah.
Sebaliknya, wilayah terpencil atau yang jauh dari pusat distribusi akan mengalami kenaikan harga karena tingginya biaya transportasi, biaya pendingin, dan risiko kematian ayam selama pengiriman. Infrastruktur jalan yang buruk atau minimnya armada pengangkut juga turut menambah beban biaya distribusi yang akan dibebankan ke konsumen akhir.
5. Kebijakan Pemerintah dan Intervensi Pasar
Pemerintah memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas harga ayam melalui kebijakan-kebijakan tertentu, seperti penetapan harga eceran tertinggi (HET), pengawasan distribusi bibit ayam (DOC), atau impor bahan baku pakan. Dalam kondisi tertentu, pemerintah juga dapat melakukan operasi pasar guna menstabilkan harga. Namun, regulasi yang tidak konsisten atau lambat dalam implementasinya juga dapat menimbulkan ketidakpastian harga di kalangan peternak dan pedagang.
6. Nilai Tukar dan Faktor Global
Indonesia masih mengimpor sebagian besar bahan baku pakan ternak dan obat-obatan, sehingga fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sangat berpengaruh terhadap biaya produksi ayam broiler. Ketika rupiah melemah, harga bahan impor naik, dan peternak harus menanggung biaya yang lebih besar. Selain itu, faktor global seperti krisis pangan, konflik geopolitik, dan gangguan rantai pasok internasional juga bisa memberi dampak signifikan terhadap stabilitas harga pakan dan ayam broiler secara keseluruhan.