Sejarah Tradisi Lebaran Ketupat, Pahami Makna Filosofi dan Perkembangannya

14 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta Lebaran Ketupat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bakda Kupat, merupakan perayaan yang jatuh pada tanggal 8 Syawal, seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Perayaan ini memiliki signifikansi budaya yang tinggi, khususnya di masyarakat Jawa. Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan makan-makan, melainkan juga mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan kultural yang mendalam. Sejarahnya yang kaya dan makna filosofisnya yang dalam menjadikan Lebaran Ketupat sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan.

Perayaan ini menandai berakhirnya rangkaian ibadah puasa Ramadhan dan puasa Syawal. Masyarakat Jawa merayakannya dengan penuh suka cita, berkumpul bersama keluarga dan kerabat, serta menikmati hidangan khas berupa ketupat dan berbagai lauk pauk lainnya. Dalam perkembangannya, tradisi ini telah mengalami adaptasi dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhurnya.

Sejarah tradisi Lebaran Ketupat berakar pada masa penyebaran agama Islam di Jawa oleh para Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga. Beliau berperan penting dalam menggabungkan ajaran Islam dengan tradisi lokal Jawa, sehingga menghasilkan perayaan yang unik dan harmonis. Proses akulturasi ini menghasilkan perayaan yang kaya makna dan menjadi ciri khas budaya Jawa hingga saat ini.

Tradisi ini menjadi simbol perpaduan harmonis antara nilai-nilai budaya Jawa dan ajaran Islam. Perpaduan ini menghasilkan perayaan yang kaya akan makna dan tetap relevan hingga saat ini. Sejarah tradisi Lebaran Ketupat mencerminkan bagaimana nilai-nilai agama dan budaya dapat saling memperkaya dan melengkapi satu sama lain. Untuk memahami makna mendalam dari tradisi lebaran ketupat, simak sejarah selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, (10/2/2025).

Mendekati Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah, sejumlah pasar tradisional mulai ramai oleh pedagang kulit ketupat. Selain yang sudah jadi, mereka juga menjajakan janur kelapa sebagai bahan pembuat kulit ketupat.

Sejarah Tradisi Lebaran Ketupat di Indonesia

Peran Sunan Kalijaga dalam memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat sangatlah signifikan. Beliau dikenal sebagai sosok yang bijaksana dalam menyebarkan agama Islam di Jawa dengan cara yang arif dan santun, menyesuaikan ajaran Islam dengan budaya lokal. Sunan Kalijaga memperkenalkan istilah "Bakda Lebaran" (setelah Lebaran) dan "Bakda Kupat" (setelah Kupat) untuk menandai dua periode perayaan penting setelah Idul Fitri.

Bakda Lebaran merujuk pada perayaan Idul Fitri itu sendiri, dengan tradisi silaturahmi dan saling memaafkan. Sementara itu, Bakda Kupat, yang jatuh seminggu kemudian, dirayakan dengan pembuatan dan penyajian ketupat. Dengan demikian, Sunan Kalijaga berhasil menyatukan perayaan keagamaan dengan tradisi lokal, menciptakan perayaan yang unik dan bermakna.

Tradisi Lebaran Ketupat telah berkembang dari masa ke masa. Awalnya, perayaan ini mungkin lebih sederhana, namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini semakin berkembang dan diperkaya dengan berbagai ritual dan kegiatan. Perkembangan ini menunjukkan adaptasi tradisi terhadap perubahan zaman, namun tetap mempertahankan nilai-nilai inti yang terkandung di dalamnya.

Akulturasi budaya Islam dan Jawa dalam tradisi Lebaran Ketupat sangat terlihat jelas. Perayaan ini merupakan contoh nyata bagaimana nilai-nilai agama dan budaya dapat berpadu dengan harmonis. Ketupat, sebagai makanan utama dalam perayaan ini, memiliki makna filosofis yang dalam dan mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa yang dipadukan dengan ajaran Islam.

Tradisi ini juga menunjukkan bagaimana nilai-nilai toleransi dan saling menghormati dapat tercipta dalam masyarakat majemuk. Perayaan Lebaran Ketupat menjadi bukti bahwa perbedaan budaya dan agama dapat menciptakan harmoni dan kebersamaan. Sejarah tradisi Lebaran Ketupat menjadi pelajaran penting tentang bagaimana kita dapat menghargai dan melestarikan warisan budaya leluhur.

Sejarah tradisi Lebaran Ketupat yang kaya ini menunjukkan bagaimana agama dan budaya dapat berdampingan secara harmonis. Perayaan ini menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai luhur dapat diwariskan dari generasi ke generasi, menunjukkan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya.

Makna Filosofis Ketupat dalam Tradisi

Bahan dasar ketupat, yaitu beras dan janur, memiliki makna filosofis yang mendalam. Beras melambangkan nafsu manusia yang perlu dikendalikan, sementara janur (daun kelapa muda) melambangkan "jati ning nur", yaitu hati nurani yang bersih dan suci.

Nasi, sebagai simbol nafsu manusia, mengingatkan kita untuk selalu mengendalikan hawa nafsu dan bertindak bijak. Janur, sebagai simbol hati nurani, mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik dan menjaga kesucian hati.

Filosofi janur (jati ning nur) mengajarkan kita untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Janur yang dianyam dengan rapi melambangkan kesabaran dan ketekunan dalam menjalani hidup.

Bentuk anyaman ketupat yang unik, berupa anyaman segi empat, melambangkan konsep "kiblat papat lima pancer". Konsep ini mengajarkan bahwa apapun arah perjalanan hidup, manusia akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Anyaman ketupat yang rumit melambangkan kerumitan dan berbagai macam kesalahan yang pernah manusia lakukan. Hal ini mengingatkan kita untuk selalu intropeksi diri dan memperbaiki kesalahan di masa lalu.

Warna putih ketupat setelah dibelah melambangkan kesucian dan kebersihan hati setelah memohon ampun. Hal ini sejalan dengan istilah "ngaku lepat" (mengakui kesalahan), mengingatkan kita untuk selalu rendah hati dan berani mengakui kesalahan.

Selain itu, ketupat juga melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Beras di dalam ketupat diharapkan membawa berkah dan rezeki bagi yang memakannya. Warna kuning pada janur juga dipercaya sebagai penolak bala.

Pelaksanaan Tradisi Lebaran Ketupat

Persiapan Lebaran Ketupat biasanya dimulai beberapa hari sebelum perayaan. Masyarakat mulai membuat ketupat dari janur yang dianyam dengan rapi. Proses pembuatan ketupat ini seringkali dilakukan bersama-sama, mempererat ikatan keluarga dan masyarakat.

Pembuatan ketupat merupakan kegiatan yang sarat makna. Proses menganyam janur membutuhkan kesabaran dan ketelitian, melambangkan proses penyucian diri dan persiapan menyambut hari raya.

Selain ketupat, berbagai hidangan pendamping juga disiapkan, seperti opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng, dan lain sebagainya. Hidangan-hidangan ini menambah kemeriahan perayaan dan semakin mempererat kebersamaan.

Ritual dan kegiatan utama dalam perayaan Lebaran Ketupat adalah berkumpul bersama keluarga dan kerabat. Masyarakat saling mengunjungi dan berbagi makanan, mempererat tali silaturahmi dan kebersamaan.

Silaturahmi dengan tetangga dan kerabat juga menjadi bagian penting dari perayaan ini. Masyarakat saling bermaaf-maafan dan mempererat hubungan antar sesama.

Tradisi khusus dalam perayaan Lebaran Ketupat berbeda-beda di setiap daerah. Ada yang mengadakan acara hajatan, ada pula yang menggelar berbagai permainan tradisional.

Penggantungan ketupat di atas kusen pintu rumah juga merupakan tradisi unik di beberapa daerah. Ketupat yang digantung dipercaya sebagai penolak bala atau pengusir energi negatif.

Variasi perayaan Lebaran Ketupat di berbagai wilayah menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan, esensi dari perayaan ini tetap sama, yaitu mempererat tali silaturahmi dan bersyukur kepada Tuhan.

Nilai-Nilai dalam Tradisi Lebaran Ketupat

Nilai spiritual dan keagamaan dalam tradisi Lebaran Ketupat sangat kental. Perayaan ini merupakan simbol penyempurnaan ibadah puasa Ramadhan dan puasa Syawal.

Tradisi ini mengajarkan kita untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT dan senantiasa mengingat pentingnya menjaga kesucian hati setelah menjalankan ibadah puasa.

Nilai sosial kemasyarakatan dalam tradisi ini sangat tinggi. Perayaan Lebaran Ketupat memperkuat ikatan sosial melalui kegiatan silaturahmi dan berkumpul bersama.

Gotong royong dan kebersamaan dalam mempersiapkan dan menikmati hidangan Lebaran Ketupat mencerminkan nilai-nilai luhur yang masih terjaga dalam masyarakat.

Nilai pendidikan moral juga terkandung dalam filosofi ketupat. Tradisi ini mengajarkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan, pengendalian nafsu, dan pentingnya menjaga kesucian hati.

Potensi Wisata Budaya

Festival Lebaran Ketupat di berbagai daerah memiliki potensi sebagai daya tarik wisata budaya. Acara ini dapat menampilkan keunikan tradisi dan keragaman budaya Indonesia. Destinasi wisata kuliner ketupat juga dapat dikembangkan. Berbagai variasi ketupat dan hidangan pendamping dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Pengembangan tradisi Lebaran Ketupat sebagai atraksi wisata budaya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Perayaan ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat.

Dampak ekonomi dari pengembangan wisata budaya Lebaran Ketupat dapat dirasakan secara luas. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan budaya.

Pentingnya melestarikan tradisi Lebaran Ketupat sebagai warisan budaya sangatlah penting. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai luhur yang relevan dengan kehidupan modern.

Harapannya, tradisi Lebaran Ketupat dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang. Perayaan ini menjadi bukti nyata bagaimana nilai-nilai agama dan budaya dapat harmonis.

Read Entire Article
Photos | Hot Viral |