Liputan6.com, Jakarta Riba, secara bahasa berarti tambahan atau kelebihan, merupakan praktik yang umumnya terjadi dalam transaksi keuangan. Dalam konteks syariah Islam, riba mengacu pada pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Praktik riba dapat terjadi dalam berbagai bentuk transaksi, termasuk pinjaman uang, jual beli, maupun pertukaran barang sejenis dengan takaran yang berbeda.
Islam dengan tegas mengharamkan segala bentuk riba, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Allah SWT telah memperingatkan dengan keras dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275. Larangan ini berlaku universal bagi seluruh umat Islam, tanpa memandang status sosial atau kondisi ekonomi.
Hukum riba dalam Islam termasuk dalam kategori dosa besar yang dapat mengundang murka Allah SWT. Rasulullah SAW bahkan melaknat orang-orang yang terlibat dalam transaksi riba, termasuk yang mengambil riba, yang memberi riba, yang mencatat, dan yang menjadi saksinya.
Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian riba beserta dasar hukum dan jenis-jenisnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (20/10/2024).
Polda Metro Jaya berhasil membongkar kasus penipuan berkedok penjualan perumahan berkonsep syariah dengan korban ratusan konsumen. Tersangka mengiming-imingi calon pembeli dengan pembayaran tanpa riba, tanpa pengecekan dari bank, dan tanpa bunga kred...
Mengenal Riba
Pengertian riba adalah secara etimologi berasal dari bahasa Arab “az-ziyadah” yang artinya kelebihan atau tambahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian riba adalah bunga uang atau pelepasan uang. Dalam kitab berjudul Minhajul Muslim oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al Jaza'iri, dijelaskan pengertian riba adalah penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus.
Sedangkan dalam buku yang berjudul Tafsir Ayat-ayat Riba: Mengupas Persoalan Riba Sampai ke Akar-akarnya oleh Sayyid Quthb, dijelaskan pengertian riba adalah penambahan utang akibat jatuh tempo.
Dalam praktiknya, riba sering dikaitkan dengan transaksi pinjam-meminjam uang di mana pemberi pinjaman mensyaratkan tambahan tertentu kepada peminjam sebagai imbalan dari tempo pembayaran yang diberikan. Namun, konsep riba dalam Islam sebenarnya lebih luas dari sekadar bunga bank atau pinjaman. Riba juga dapat terjadi dalam transaksi jual beli, pertukaran barang sejenis dengan kuantitas berbeda, atau bahkan dalam bentuk pemanfaatan yang tidak adil atas kebutuhan orang lain.
Dasar Hukum Riba
Sejatinya, hukum riba adalah haram ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 130 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapat keberuntungan." (Ali Imron ayat 130)
Sedangkan menurut MUI, hukum riba adalah haram sesuai dalam Al-Qur’an surat ali-Imran ayat 130 dan hadis riwayat Ibnu Majah. Dijelaskan pula bahwa bunga uang atau riba adalah buruk karena tambahan hanya dikenakan pada saat si peminjam (berhutang) tidak mampu mengembalikan pinjaman pada saat jatuh tempo.
Sementara itu, dasar hokum riba juga dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 276, yang artinya 'Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa'.
Begitu pula dengan surat Al Baqarah ayat 278, yang berarti 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman'.
Jenis-Jenis Riba
1. Riba Fadhl
Riba Fadhl merupakan salah satu jenis riba dalam ajaran Islam yang terjadi melalui pertukaran antara komoditas-komoditas sejenis dengan kuantitas atau takaran yang tidak setara. Lebih lanjut, barang-barang yang dipertukarkan dalam transaksi ini termasuk dalam kategori "barang ribawi", yang umumnya mencakup enam jenis komoditas utama: emas, perak, gandum, jelai, kurma, dan garam.
Ilustrasi konkret dari jenis riba ini dapat dilihat ketika seseorang menukarkan 3 kilogram beras berkualitas premium dengan 4 kilogram beras berkualitas rendah atau yang telah terkontaminasi kutu, di mana ketidaksetaraan dalam kualitas digunakan sebagai justifikasi untuk perbedaan kuantitas.
2. Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah adalah varian riba dalam Islam yang melibatkan penundaan, penyerahan tertunda, atau penerimaan yang ditangguhkan terkait barang-barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya. Praktik ini sering kali terkait dengan pinjaman berbunga dalam sistem keuangan konvensional.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, mari kita lihat contoh berikut: Ahmad meminjamkan uang kepada Budi sejumlah Rp 500.000 dengan periode pinjaman selama 2 bulan. Jika pengembalian dilakukan melewati tenggat waktu yang disepakati, maka jumlah cicilan akan mengalami peningkatan sebesar Rp 5.000 per bulan, yang secara jelas menunjukkan adanya unsur riba dalam transaksi tersebut.
3. Riba Al Yad
Riba Al Yad merupakan salah satu bentuk riba dalam Islam yang terjadi dalam konteks jual beli atau pertukaran. Karakteristik utama dari jenis riba ini adalah terjadinya pertukaran tanpa adanya kelebihan nilai, namun salah satu pihak yang terlibat meninggalkan lokasi transaksi sebelum terjadi serah terima barang atau pembayaran secara tuntas.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, Rasulullah SAW memberikan peringatan: "Janganlah kalian melakukan transaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua dirham, atau satu sha' dengan dua sha', karena aku khawatir akan terjadinya riba (al-rama). Ketika seorang sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa ekor kuda atau seekor unta dengan beberapa ekor unta?'
Nabi SAW menjawab, 'Tidak mengapa, asalkan dilakukan dengan tangan ke tangan (secara langsung tanpa penundaan).'" Hadits ini menekankan pentingnya kesetaraan dan kesegeraan dalam transaksi untuk menghindari riba.
4. Riba Qard
Riba Qard adalah bentuk riba dalam Islam yang melibatkan suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap pihak yang berhutang. Praktik ini sering kali tersamar dalam bentuk biaya administrasi atau imbalan jasa yang berlebihan.
Sebagai contoh ilustratif, Andi memberikan pinjaman dana tunai kepada Citra sebesar Rp 2.000.000 dengan syarat wajib mengembalikan pokok pinjaman ditambah "biaya jasa" sebesar Rp 2.500.000 pada saat jatuh tempo. Kelebihan dana pengembalian ini tidak memiliki justifikasi yang jelas dan tidak terkait dengan biaya operasional yang wajar, sehingga dapat dikategorikan sebagai riba qard.
5. Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah merupakan salah satu bentuk riba dalam Islam yang terkait dengan hutang yang dibayar melebihi jumlah pokok pinjaman. Situasi ini umumnya terjadi ketika peminjam tidak mampu melunasi hutangnya pada waktu yang telah disepakati, sehingga pemberi pinjaman menerapkan "denda" atau tambahan jumlah yang harus dibayar.
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, mari kita lihat contoh berikut: Dani meminjam uang sebesar Rp 1.000.000 dari Eko dengan jangka waktu pembayaran tiga bulan. Ketika tiba waktu pelunasan, Dani mengalami kesulitan finansial dan memohon perpanjangan waktu. Eko setuju untuk memberikan keringanan, namun dengan syarat Dani harus membayar Rp 1.100.000, di mana tambahan Rp 100.000 ini jelas merupakan bentuk riba yang dilarang dalam Islam karena mengeksploitasi kesulitan peminjam.
Cara Menghindari Riba
Untuk menghindari riba dalam Islam, ada beberapa cara yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan transaksi keuangan. Berikut penjelasan tentang cara-cara menghindari riba:
1. Memahami konsep riba
Langkah pertama adalah membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang riba. Pelajari definisi, jenis-jenis, dan contoh-contoh riba dalam berbagai transaksi. Pemahaman yang baik akan membantu kita mengenali dan menghindari praktik riba dalam berbagai situasi.
2. Menggunakan layanan perbankan syariah
Pilih bank atau lembaga keuangan yang beroperasi sesuai prinsip syariah. Bank-bank syariah menawarkan produk-produk yang bebas riba, seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kemitraan), dan murabahah (jual beli dengan margin).
3. Menghindari pinjaman berbunga
Hindari mengambil pinjaman yang mensyaratkan bunga. Jika membutuhkan dana, carilah alternatif seperti pinjaman qard hasan (pinjaman kebajikan tanpa bunga) atau bentuk kerjasama bisnis yang sesuai syariah.
4. Melakukan jual beli secara adil
Dalam transaksi jual beli, pastikan ada kejelasan harga, spesifikasi barang, dan kesepakatan yang adil antara penjual dan pembeli. Hindari praktik spekulasi atau ketidakpastian (gharar) dalam transaksi.
5. Investasi pada instrumen syariah
Pilih investasi yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti sukuk (obligasi syariah), reksadana syariah, atau saham perusahaan yang lolos seleksi syariah.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil
Dalam kerjasama bisnis atau investasi, terapkan prinsip bagi hasil yang adil. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan dan kontribusi masing-masing pihak.
7. Membayar zakat dan bersedekah
Menunaikan zakat dan bersedekah dapat membersihkan harta dari unsur riba dan membawa keberkahan pada rezeki yang dimiliki.
8. Mengedukasi diri dan lingkungan
Teruslah belajar tentang ekonomi syariah dan bagikan pengetahuan tersebut kepada keluarga dan komunitas. Dengan demikian, kesadaran untuk menghindari riba akan semakin meluas.