Liputan6.com, Jakarta Siapa yang tak ingin punya tubuh ideal dengan otot kekar? Banyak orang, terutama yang gemar nge-gym, meningkatkan asupan protein demi membangun massa otot. Tapi, tahukah kamu bahwa kelebihan protein justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan?
Protein adalah nutrisi penting dalam pembentukan massa otot. Asam amino dalam protein membantu memperbaiki dan memelihara jaringan otot, terutama setelah latihan fisik. Namun, mengonsumsi protein secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai efek samping bagi tubuh.
Kebutuhan protein harian bervariasi tergantung usia, berat badan, dan tingkat aktivitas fisik. Sebagai contoh, orang dewasa dengan berat badan 65 kg membutuhkan sekitar 52 gram protein per hari. Bagi mereka yang aktif berolahraga, kebutuhan ini bisa meningkat hingga 1,6–2 gram per kilogram berat badan.
Meskipun protein membantu dalam pembentukan otot, konsumsi berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti dehidrasi, gangguan pencernaan, dan kerusakan ginjal. Hal ini disebabkan oleh peningkatan beban kerja ginjal dalam memproses kelebihan protein.
Berikut dampak buruk kelebihan protein dan tips yang bisa dilakukan dirangkum Liputan6.com dari Healthline dan Livestrong, Rabu (7/5/2025).
1. Dehidrasi Akibat Kelebihan Protein
Konsumsi protein berlebih dapat menyebabkan dehidrasi. Hal ini terjadi karena ginjal bekerja ekstra untuk membuang kelebihan nitrogen dari protein, meningkatkan frekuensi buang air kecil. Akibatnya, tubuh kehilangan lebih banyak cairan meskipun asupan air tidak berubah.
Alasan yang paling mungkin adalah bahwa diet tinggi protein dapat menyebabkan peningkatan kadar nitrogen, menurut Mayo Clinic.
Tips:
Untuk mencegah dehidrasi, pastikan asupan air cukup, terutama saat meningkatkan konsumsi protein. Minumlah air secara teratur sepanjang hari, bukan hanya saat merasa haus. Selain itu, perhatikan tanda-tanda dehidrasi seperti mulut kering dan urin berwarna gelap.
2. Sakit Kepala dan Kelelahan
Kelebihan protein dapat menyebabkan sakit kepala dan kelelahan. Hal ini sering terjadi karena tubuh memasuki kondisi ketosis akibat kekurangan karbohidrat. Ketosis membuat tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi utama, yang dapat menyebabkan gejala tersebut.
Dalam kondisi ini, tubuh memproduksi keton sebagai hasil metabolisme lemak, yang dapat mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan sakit kepala. Reaksi ini umum terjadi pada pola makan tinggi protein dan rendah karbohidrat.
Tips:
Untuk mencegahnya, pastikan pola makan seimbang dengan memasukkan karbohidrat kompleks seperti biji-bijian dan sayuran. Karbohidrat membantu menjaga kadar glukosa darah dan menyediakan energi bagi otak. Hindari diet ekstrem yang mengeliminasi kelompok makanan tertentu tanpa pengawasan profesional.
3. Bau Mulut yang Mengganggu
Diet tinggi protein dapat menyebabkan bau mulut tidak sedap. Hal ini disebabkan oleh produksi senyawa sulfur dari metabolisme asam amino tertentu dalam protein. Selain itu, kondisi ketosis juga dapat menghasilkan bau napas khas yang tidak menyenangkan.
Senyawa seperti aseton yang dihasilkan selama ketosis dapat terdeteksi dalam napas, memberikan aroma yang khas dan tidak sedap. Reaksi ini umum terjadi saat tubuh kekurangan karbohidrat dan memecah lemak untuk energi.
Tips:
Untuk mengatasi bau mulut, perhatikan kebersihan mulut dengan menyikat gigi dan lidah secara teratur. Mengunyah permen karet bebas gula atau menggunakan obat kumur antiseptik juga dapat membantu. Selain itu, pastikan asupan karbohidrat cukup untuk mencegah ketosis.
4. Gangguan Pencernaan: Sembelit dan Diare
Konsumsi protein berlebih tanpa diimbangi serat dapat menyebabkan sembelit. Sebaliknya, intoleransi terhadap produk protein tertentu, seperti whey, dapat memicu diare. Keseimbangan nutrisi sangat penting untuk menjaga kesehatan pencernaan.
Diet tinggi protein yang rendah serat dapat mengganggu pergerakan usus. Sementara itu, intoleransi laktosa dalam whey protein dapat menyebabkan diare pada individu sensitif.
Tips:
Untuk mencegah gangguan pencernaan, pastikan asupan serat cukup dengan mengonsumsi buah, sayur, dan biji-bijian. Jika menggunakan suplemen protein, pilih produk yang sesuai dengan toleransi tubuhmu. Perhatikan reaksi tubuh terhadap makanan dan sesuaikan pola makan sesuai kebutuhan.
5. Penambahan Berat Badan yang Tidak Diinginkan
Meskipun protein penting untuk pembentukan otot, konsumsi berlebihan dapat menyebabkan penambahan berat badan. Kelebihan kalori dari protein yang tidak digunakan akan disimpan sebagai lemak. Hal ini terutama terjadi jika asupan protein tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup.
Protein disimpan sebagai lemak jika dikonsumsi melebihi kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan asupan protein dengan kebutuhan energi harian dan tingkat aktivitas.
Tips:
Untuk menghindari penambahan berat badan, perhatikan total asupan kalori harian dan pastikan aktivitas fisik cukup. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan protein yang sesuai dengan tujuan kebugaranmu. Pilih sumber protein rendah lemak dan hindari makanan olahan tinggi kalori.
6. Risiko Batu Ginjal
Asupan protein tinggi, terutama dari sumber hewani, dapat meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal. Hal ini disebabkan oleh peningkatan ekskresi kalsium dan penurunan kadar sitrat dalam urin. Kedua faktor ini dapat memfasilitasi pembentukan kristal yang menjadi batu ginjal.
Diet tinggi protein hewani dapat meningkatkan kadar asam urat, yang berkontribusi pada pembentukan batu ginjal. Selain itu, protein berlebih dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan lebih banyak kalsium melalui urin.
Tips:
Untuk mencegah batu ginjal, batasi asupan protein hewani dan tingkatkan konsumsi buah serta sayuran yang kaya sitrat. Pastikan juga asupan cairan cukup untuk membantu pengenceran urin dan pembuangan zat sisa. Konsultasikan dengan dokter jika memiliki riwayat batu ginjal atau faktor risiko lainnya.
7. Kerusakan Ginjal dan Hati
Konsumsi protein berlebih dapat membebani fungsi ginjal dan hati. Organ-organ ini bertanggung jawab memproses dan membuang produk sisa metabolisme protein. Pada individu dengan fungsi ginjal atau hati.
Terlebih lagi, pola makan tinggi protein tertentu (seperti yang mengandung banyak daging merah) dapat meningkatkan risiko kanker dan penyakit jantung, menurut penelitian April 2012 di JAMA Internal Medicine
Pola makan ini juga dapat meningkatkan kemungkinan Anda terkena gangguan tulang seperti osteoporosis, serta masalah ginjal dan hati, menurut penelitian Januari 2013 di International Scholarly Research Notices .
Tips Konsumsi Protein yang Sehat
Kebutuhan protein setiap orang berbeda-beda, tergantung usia, jenis kelamin, tingkat aktivitas, dan kondisi kesehatan. Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter untuk menentukan asupan protein yang tepat.
Menurut Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, National Academy of Sciences, berikut ini jumlah gram protein yang harus dikonsumsi anak-anak dan orang dewasa setiap hari:
- 0 hingga 6 bulan: 9,1 g
- 6 hingga 12 bulan: 11 g
- 1 hingga 3 tahun: 13 g
- 4 hingga 8 tahun: 19 g
- 9 hingga 13 tahun: 34 g
- Orang AFAB usia 14 hingga 18 tahun: 46 g
- Orang AMAB usia 14 hingga 18 tahun: 52 g
- Orang AFAB berusia 19 tahun ke atas: 46 g
- Orang AMAB berusia 19 tahun ke atas: 56 g
- Orang yang sedang hamil atau menyusui: 71 g
Protein hewani umumnya lebih lengkap, tetapi kombinasi protein nabati yang tepat juga bisa mencukupi kebutuhan asam amino esensial. Sebaiknya, bagi asupan protein Anda secara merata sepanjang hari, dan konsumsi protein setelah latihan resistensi dapat membantu pemulihan dan pertumbuhan otot.