Liputan6.com, Jakarta Pernahkah kamu membayangkan kepala yang tak bisa tegak dan terus tertunduk ke bawah hingga 90 derajat? Kondisi mengerikan ini bernama Dropped Head Syndrome (DHS), sebuah masalah kesehatan langka yang membuat otot leher tak mampu lagi menopang kepala. Kasus Dropped Head Syndrome biasanya ditemukan pada orang dengan gangguan saraf atau otot bawaan, tapi tahukah kamu bahwa kebiasaan mengonsumsi narkoba juga bisa jadi pemicunya?
Baru-baru ini, tim dokter dari Universitas Kedokteran Isfahan di Iran menemukan temuan mengejutkan: seorang pria muda berusia 23 tahun mengalami Dropped Head Syndrome akibat mengonsumsi narkoba secara rutin. Ini merupakan kasus pertama yang menghubungkan penggunaan obat terlarang dengan kondisi deformitas leher parah. Pria tersebut mengalami kondisi di mana kepalanya jatuh ke sudut 90 derajat karena otot lehernya sudah tidak mampu menopang beban kepala.
Para dokter yang menangani kasus Dropped Head Syndrome ini menjelaskan bahwa pasien memiliki kebiasaan konsumsi heroin, opium, dan amfetamin selama bertahun-tahun. Yang lebih mengejutkan lagi, setelah setiap kali mengonsumsi amfetamin, pasien selalu berada dalam posisi leher kifotik (membungkuk) untuk waktu yang sangat lama, yang akhirnya secara perlahan mengubah struktur lehernya. Temuan baru ini memberi nama sindrom tersebut sebagai "sindrom keracunan" dan membuka wawasan baru tentang bahaya tersembunyi dari penyalahgunaan obat.
Untuk informasi lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, pada Rabu (7/5).
Gambar bintang-bintang gemerlapan dan galaksi yang berputar - inilah gambar terbaru dari teleskop luar angkasa Euclid. Lima gambar yang dirilis oleh ESA disebut "belum pernah terjadi sebelumnya" dan menjadi "harta karun" hanya dalam waktu kurang dar...
Kisah Penderitaan Si Pasien
Si pasien muda berusia 23 tahun ini berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu dan memiliki riwayat gangguan depresi berat. Dia sudah lama kecanduan berbagai jenis narkoba seperti heroin, opium, dan amfetamin. Bayangkan betapa menyakitkannya kondisi ini—kepalanya terus tertunduk dengan sudut 90 derajat tanpa bisa diangkat! Mustahil baginya untuk melakukan aktivitas normal atau bahkan sekedar melihat ke depan saat berjalan.
Dokter yang memeriksanya melakukan berbagai tes seperti tes saraf kranial, kekuatan otot, dan fungsi otonom yang hasilnya normal. Tapi hasil CT scan mengungkap fakta mengerikan: ada deformitas kifoskoliosis parah yang mempengaruhi tulang leher C3, C4, dan C5. Inilah yang membuat si pasien tak bisa mengangkat kepalanya sama sekali!
Sebelum akhirnya ke rumah sakit, si pasien sudah mencoba berbagai cara pengobatan tradisional dan herbal. Namun tak satupun berhasil. Kondisinya terus memburuk hingga akhirnya dia terpaksa mencari bantuan medis profesional. Bayangkan betapa frustrasinya dia selama ini, terus berjalan dengan kepala tertunduk dan tidak bisa melihat dunia di depannya dengan normal!
Tak hanya fisik, kondisi ini juga pasti berdampak besar pada kesehatan mentalnya. Bagaimana tidak? Anda coba saja tundukkan kepala selama 10 menit terus-menerus, pasti sangat tidak nyaman dan menyakitkan. Sekarang bayangkan hidup seperti itu 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa bisa mengangkat kepala!
Operasi Mendebarkan yang Memberikan Harapan
Para dokter tidak menyerah begitu saja. Setelah mempelajari kasus unik ini, mereka memutuskan untuk melakukan tindakan berani: operasi tiga tahap untuk memperbaiki leher si pasien! Prosedur ini melibatkan pengangkatan tulang yang sudah berubah bentuk dan menyusun ulang leher ke posisi normal. Ini bukan operasi sembarangan—tim dokter harus bekerja dengan sangat hati-hati mengingat deformitas yang parah dan kondisi pasien yang kompleks.
Dan kabar baiknya, operasi ini berhasil! Hanya sehari setelah operasi, si pasien sudah bisa berjalan dengan bantuan kerah khusus untuk menopang lehernya. Lebih menakjubkan lagi, dia sudah bisa pulang dari rumah sakit hanya dalam tiga hari. Sungguh kemajuan yang luar biasa bagi seseorang yang tadinya tak bisa mengangkat kepala sama sekali!
Pasca operasi, si pasien tidak hanya mendapat perawatan fisik tapi juga konsultasi psikiatri untuk mengatasi ketergantungan narkobanya. Ini sangat penting karena tanpa menghentikan konsumsi obat terlarang, kondisinya bisa kambuh lagi. Dan kabar gembiranya, dengan dukungan yang tepat, si pasien berhasil lepas dari narkoba! Setahun kemudian, dokter memeriksanya kembali dan menemukan perbaikan signifikan pada posisi tulang lehernya.
Dokter kemudian menjelaskan bahwa obat-obatan tidak secara langsung menyebabkan perubahan pada otot dan tulang. Tapi saat seseorang menggunakan narkoba, mereka sering berada dalam posisi tertentu untuk waktu yang sangat lama—dalam kasus ini posisi menunduk—dan hal ini yang secara perlahan, setelah berbulan-bulan, mengubah struktur muskuloskeletal dan menyebabkan kifoskoliosis.
Pelajaran Penting untuk Semua Orang
Apa yang bisa kita pelajari dari kasus langka ini? Ternyata, Dropped Head Syndrome tidak hanya mengintai mereka dengan kondisi genetik atau penyakit saraf! Kasus ini menunjukkan bahwa kebiasaan buruk seperti konsumsi narkoba juga bisa memicu kondisi fisik yang sangat parah dan membatasi kehidupan sehari-hari.
Para dokter kini menyarankan agar profesional kesehatan lebih waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan zat saat memeriksa pasien dengan gejala Dropped Head Syndrome, terutama pada pasien muda tanpa riwayat gangguan neuromuskular. Ini bisa menjadi tanda peringatan tersembunyi yang sering terlewatkan!
Diagnosa Dropped Head Syndrome membutuhkan kerjasama dari berbagai spesialis medis untuk menentukan penyebab utama sebelum memutuskan tindakan bedah. Sebagian kondisi penyebabnya bisa ditangani dengan pengobatan medis, tapi beberapa kasus seperti yang disebabkan narkoba ini mungkin memerlukan operasi untuk hasil terbaik.
Yang tak kalah penting, kasus ini mengingatkan kita semua tentang bahaya tersembunyi dari penyalahgunaan narkoba. Bukan hanya masalah mental dan sosial yang mengintai, tapi juga efek fisik jangka panjang yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Siapa sangka kebiasaan mengonsumsi narkoba bisa membuat seseorang kehilangan kemampuan dasar untuk mengangkat kepala?