Liputan6.com, Jakarta Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas adalah kondisi yang umum terjadi pada anak-anak, tetapi sering kali tidak disadari sejak dini. Anak dengan ADHD cenderung mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, menunjukkan perilaku impulsif, dan memiliki energi berlebih. Namun, karena gejala ADHD beragam dan tidak selalu tampak jelas, banyak orang tua yang baru menyadarinya ketika anak sudah memasuki usia sekolah.
Kondisi ini dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan anak, baik dalam aspek akademik maupun sosial. Anak dengan ADHD mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengatur tugasnya, mendengarkan instruksi, hingga menjaga hubungan dengan teman sebaya. Jika tidak ditangani sejak dini, kondisi ini bisa berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kualitas hidup mereka.
ADHD bukan sekadar anak yang aktif atau sulit diam. Ini adalah gangguan perkembangan yang memengaruhi kemampuan anak dalam mengontrol impuls dan memperhatikan sesuatu secara berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali ciri-ciri ADHD pada anak sejak dini agar dapat memberikan intervensi yang tepat.
1. Mudah Teralihkan dan Sulit Fokus
Salah satu tanda utama ADHD pada anak di bawah lima tahun adalah ketidakmampuan mereka untuk mempertahankan perhatian pada satu hal dalam jangka waktu yang lama. Misalnya, ketika sedang bermain atau makan, anak dapat dengan mudah beralih ke hal lain hanya karena ada suara atau pergerakan di sekitarnya.
Anak dengan ADHD sering kali terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara. Mereka mungkin tampak seperti memahami, tetapi ketika diminta mengulangi atau menjalankan instruksi, mereka kesulitan mengingat atau mengikuti arahan dengan benar. Hal ini bukan karena mereka sengaja tidak patuh, melainkan karena sulitnya mereka mempertahankan perhatian.
Selain itu, anak dengan ADHD juga cenderung melamun lebih sering dibandingkan anak-anak lain. Mereka terlihat tidak fokus, sering kehilangan benda, dan mudah lupa dengan tugas-tugas sederhana yang diberikan oleh orang tua atau guru.
2. Hiperaktif dan Tak Bisa Diam
Anak yang memiliki ADHD sering kali terlihat seperti memiliki energi yang tak ada habisnya. Mereka cenderung terus bergerak, bahkan dalam situasi yang seharusnya membuat mereka diam, seperti saat makan atau mendengarkan cerita.
Gejala hiperaktif ini juga dapat terlihat dalam kebiasaan anak yang selalu ingin berlari, memanjat, atau menggerakkan tubuh mereka tanpa henti. Mereka sulit untuk duduk diam dalam waktu lama dan sering kali mengganggu aktivitas orang lain dengan tindakan impulsif yang mereka lakukan.
Di lingkungan sekolah atau tempat umum, anak dengan ADHD cenderung sulit mengikuti aturan sosial, seperti duduk tenang dalam kelas atau menunggu giliran saat bermain. Guru dan pengasuh sering kali kesulitan dalam mengelola perilaku mereka yang terus aktif.
3. Sering Bertindak Impulsif
Impulsivitas merupakan salah satu karakteristik utama ADHD. Anak dengan kondisi ini sering kali bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. Mereka sulit menunggu giliran dan sering kali menyela pembicaraan orang lain tanpa menyadari bahwa itu tidak sopan.
Misalnya, saat bermain dengan teman sebaya, mereka bisa tiba-tiba mengambil mainan tanpa meminta izin atau mengganggu permainan yang sedang berlangsung. Mereka juga cenderung kesulitan memahami konsekuensi dari tindakan mereka, sehingga sering kali melakukan hal-hal berbahaya tanpa menyadari risikonya.
Anak dengan ADHD memiliki kontrol impuls yang rendah, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kecelakaan atau cedera akibat tindakan spontan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, pengawasan ekstra dari orang tua sangat diperlukan.
4. Kesulitan Mengatur Tugas dan Rutinitas
Anak dengan ADHD umumnya mengalami kesulitan dalam mengatur tugas dan menyelesaikan sesuatu hingga tuntas. Mereka mudah merasa bosan dan cepat beralih ke aktivitas lain sebelum tugas sebelumnya selesai.
Hal ini dapat terlihat dalam rutinitas sehari-hari, seperti ketika mereka diminta untuk membereskan mainan atau menyelesaikan PR sederhana. Mereka mungkin mulai dengan penuh semangat, tetapi kemudian kehilangan minat dan beralih ke hal lain yang lebih menarik bagi mereka.
Selain itu, anak dengan ADHD juga sering kali mengalami kesulitan dalam memahami konsep waktu. Mereka sulit untuk mengikuti jadwal yang telah ditetapkan, seperti waktu makan, tidur, atau bermain, karena mereka cenderung melakukan sesuatu secara spontan.
5. Sering Lupa dan Kurang Menyadari Bahaya
Pelupa adalah salah satu ciri khas ADHD yang sering kali dianggap sepele oleh orang tua. Anak dengan ADHD sering kali lupa di mana mereka menaruh benda-benda mereka, seperti mainan atau alat tulis. Mereka juga sering melupakan tugas yang diberikan oleh guru atau orang tua, meskipun baru saja diberikan instruksi.
Selain itu, mereka juga memiliki kecenderungan untuk kurang menyadari bahaya di sekitar mereka. Misalnya, mereka mungkin tiba-tiba berlari ke jalan tanpa melihat kendaraan yang melintas, atau memanjat tempat tinggi tanpa berpikir akan risiko jatuh. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap kecelakaan.
Kurangnya kemampuan dalam menilai risiko adalah salah satu alasan mengapa anak dengan ADHD lebih sering mengalami cedera dibandingkan anak-anak lainnya. Oleh karena itu, orang tua perlu lebih waspada dan memberikan pengawasan ekstra.
Pertanyaan yang Sering Diajukan
1. Apakah ADHD bisa sembuh?
ADHD tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, tetapi dengan terapi yang tepat, anak dapat belajar mengelola gejala dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
2. Bagaimana cara membedakan ADHD dengan sifat anak yang aktif?
Anak yang aktif masih bisa fokus pada satu tugas dan mendengarkan instruksi. Sementara anak dengan ADHD memiliki kesulitan dalam mempertahankan perhatian dan sering kali impulsif.
3. Apa yang harus dilakukan jika anak menunjukkan gejala ADHD?
Segera konsultasikan dengan dokter atau psikolog anak untuk mendapatkan evaluasi dan diagnosis yang tepat.
4. Apakah ADHD hanya terjadi pada anak laki-laki?
Tidak. ADHD bisa terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan, meskipun lebih sering terdeteksi pada anak laki-laki karena mereka lebih cenderung menunjukkan gejala hiperaktif.