Liputan6.com, Jakarta Gempa Myanmar yang terjadi pada Jumat (28/3/2025) menjadi salah satu bencana alam terbesar yang mengguncang kawasan Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kekuatan mencapai Magnitudo 7,7, gempa Myanmar ini tidak hanya berdampak pada wilayah lokal tetapi juga dirasakan hingga ke negara-negara tetangga seperti Thailand dan China. Peristiwa ini mengingatkan kita akan rentannya kawasan tersebut terhadap aktivitas seismik yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Bencana gempa Myanmar telah menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan, dengan bangunan ambruk dan jembatan yang runtuh di beberapa wilayah. Otoritas setempat segera mengambil tindakan penanganan darurat, meski situasi politik di Myanmar sendiri sedang tidak stabil. Gempa Myanmar yang terjadi di area Sagaing ini kemudian diikuti oleh gempa susulan dengan kekuatan Magnitudo 6,4 yang semakin memperparah kondisi di wilayah tersebut.
Mulai dari lokasi pusat gempa, dampaknya terhadap wilayah sekitar, hingga analisis para ahli mengenai penyebab terjadinya gempa berskala besar ini. Informasi ini penting untuk memahami skala bencana gempa Myanmar dan bagaimana kejadian serupa dapat mengancam kawasan Asia Tenggara di masa mendatang.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum fakta-fakta penting seputar gempa Myanmar yang perlu diketahui, pada Sabtu (29/3).
Gempa bermagnitudo 7,7 yang mengguncang Myanmar pada Jumat mengakibatkan ratusan orang tewas. Kuatnya guncangan gempa juga mengakibatkan gedung setinggi 34 lantai di Thailand runtuh hingga menimbun ratusan pekerja.
1. Pusat Gempa dan Lokasi Episentrum
Gempa bumi yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025 memiliki pusat yang berlokasi tepat di area berjarak 16 kilometer sebelah barat laut kota Sagaing. Berdasarkan laporan resmi dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), pusat gempa berada pada kedalaman yang relatif dangkal, yaitu hanya 10 kilometer dari permukaan bumi. Gempa ini terjadi pada pukul 12.50 waktu setempat, saat banyak aktivitas sedang berlangsung di wilayah tersebut.
Lokasi episentrum gempa sangat dekat dengan kota Mandalay, yang merupakan kota terbesar kedua di Myanmar dengan populasi sekitar 1,5 juta penduduk. Selain itu, pusat gempa juga berjarak sekitar 100 kilometer di utara ibu kota Myanmar, Nay Pyi Taw. Posisi episentrum yang berada di wilayah padat penduduk dan dekat dengan pusat-pusat ekonomi Myanmar inilah yang menyebabkan dampak gempa menjadi sangat signifikan bagi negara tersebut. Kedalaman gempa yang cukup dangkal juga menjadi faktor utama mengapa getaran yang dihasilkan terasa sangat kuat dan menyebar ke area yang sangat luas, bahkan mencapai negara-negara tetangga.
2. Gempa Susulan dan Peringatan dari USGS
Setelah gempa utama berkekuatan Magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar, gempa susulan dengan kekuatan Magnitudo 6,4 terjadi hanya 12 menit kemudian. Gempa susulan ini berpusat di selatan Sagaing, semakin memperparah kerusakan yang telah terjadi akibat gempa utama. Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) telah mengeluarkan peringatan bahwa gempa susulan dapat berlangsung selama berhari-hari, yang tentunya akan mengancam bangunan-bangunan yang sudah melemah strukturnya di seluruh wilayah Myanmar.
USGS juga mengeluarkan peringatan merah terkait bencana ini, dengan memperkirakan akan terjadi banyak korban jiwa dan kerugian ekonomi yang berpotensi mencapai 2-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Myanmar. The Watchers, sebuah lembaga pemantau bencana, mengklasifikasikan gempa Myanmar ini sebagai "peristiwa besar" yang dampaknya diperparah oleh tanah longsor dan likuifaksi tanah di daerah perbukitan Myanmar. Fenomena likuifaksi ini menyebabkan tanah yang semula solid berubah menjadi seperti cairan akibat getaran gempa, sehingga bangunan di atasnya bisa tenggelam atau miring. Kombinasi antara gempa utama, gempa susulan, dan bencana ikutan lainnya membuat upaya evakuasi dan pemulihan menjadi sangat kompleks dan menantang.
3. Kerusakan Infrastruktur dan Bangunan
Gempa bumi Myanmar telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan bangunan yang signifikan di beberapa wilayah. Di area Sagaing dan Mandalay, kerusakan terjadi pada berbagai jenis bangunan, termasuk gedung bertingkat. Salah satu warga yang tinggal di Mandalay menyaksikan langsung sebuah gedung lima lantai ambruk akibat guncangan gempa yang kuat. Kepanikan segera melanda warga setempat yang berlarian keluar dari bangunan ketika gempa terjadi, dan banyak di antara mereka yang tidak berani kembali ke dalam gedung karena khawatir akan gempa susulan.
Salah satu infrastruktur penting yang mengalami kerusakan parah adalah Jembatan Sagaing Lama yang menghubungkan wilayah Ava dan Sagaing. Rekaman video yang tersebar di media sosial menunjukkan beberapa bagian jembatan runtuh dan jatuh ke dalam Sungai Irrawaddy, yang merupakan sungai utama yang mengalir dari utara ke selatan Myanmar. Selain itu, terdapat laporan kerusakan jalan di ibu kota dan di berbagai wilayah di seluruh negeri. Departemen Pemadam Kebakaran Myanmar segera melakukan pencarian korban dan menaksir besarnya kerusakan akibat gempa ini. Kerusakan pada infrastruktur vital seperti jembatan dan jalan tentunya akan menghambat proses evakuasi dan distribusi bantuan ke daerah-daerah terdampak.
4. Dampak Gempa di Negara Tetangga
Guncangan akibat gempa Myanmar tidak hanya dirasakan di negara asal, tetapi juga mencapai negara-negara tetangga seperti Thailand dan China. Di Thailand, getaran gempa terasa hingga ke Bangkok yang berjarak lebih dari 1.000 kilometer dari pusat gempa. Kepanikan terjadi di kawasan ramai ibu kota Thailand tersebut, dengan orang-orang berlarian ke jalanan saat gedung-gedung bergoyang. Layanan transportasi publik seperti kereta metro dan kereta ringan di Bangkok sempat dihentikan sementara akibat gempa ini.
Dampak paling parah di Thailand terjadi pada sebuah gedung pencakar langit setinggi 30 lantai yang sedang dalam proses pembangunan di area Chatuchak Park, Bangkok. Gedung tersebut ambruk usai terkena guncangan gempa, dengan sebanyak 81 pekerja konstruksi dilaporkan hilang dan terjebak di dalam reruntuhan. Getaran gempa juga terasa hingga ke wilayah China, khususnya di Provinsi Yunnan dan Guangxi yang berbatasan langsung dengan Myanmar. Badan gempa Beijing bahkan mencatat kekuatan guncangan yang dirasakan mencapai Magnitudo 7,9. Dampak gempa diperkirakan juga terasa di sebagian besar wilayah Segitiga Emas yang bergunung-gunung, mencakup bagian Myanmar, Thailand, dan Laos. Fakta bahwa getaran gempa bisa terasa hingga jarak lebih dari 1.000 kilometer menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan gempa yang terjadi.
5. Jumlah Korban dan Status Darurat
Meski jumlah korban secara resmi belum diumumkan, setidaknya tiga orang tewas setelah sebagian bangunan masjid di Myanmar runtuh saat gempa terjadi. Di Bangkok, setidaknya satu orang tewas setelah sebuah gedung tinggi runtuh. Seorang anggota tim penyelamat di Mandalay mengatakan kepada BBC bahwa jumlah korban tewas di sana diperkirakan mencapai ratusan, meskipun angka ini belum dikonfirmasi secara resmi karena upaya penyelamatan masih berlangsung.
Menanggapi situasi darurat ini, junta militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat di enam wilayah, termasuk Mandalay dan Naypyidaw. Keputusan ini diambil akibat pemadaman listrik dan terputusnya jalur komunikasi yang menghambat upaya tanggap darurat. Thailand juga mengambil langkah serupa dengan menetapkan Bangkok sebagai daerah bencana setelah kerusakan dilaporkan di seluruh kota. Pemerintah Thailand memperingatkan bahwa gempa susulan bisa terjadi dalam 24 jam ke depan, dan menghimbau masyarakat untuk menjauh dari gedung-gedung tinggi serta menggunakan tangga alih-alih lift untuk menghindari risiko terjebak jika terjadi pemadaman listrik mendadak. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, bahkan langsung menghentikan kunjungan resminya ke Phuket untuk menggelar rapat mendesak menanggapi situasi darurat ini.
6. Penyebab Umum Terjadinya Gempa
Pada dasarnya, gempa bumi terjadi karena pergerakan lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Kerak bumi terdiri dari beberapa bagian atau lempeng yang saling menekan satu sama lain. Ketika tekanan yang terakumulasi di antara lempeng-lempeng ini dilepaskan secara tiba-tiba, gempa bumi pun terjadi. Kekuatan gempa diukur dengan Skala Magnitudo Momen (Mw), yang telah menggantikan Skala Richter yang lebih dahulu dikenal.
Gempa bumi Myanmar dengan magnitudo 7,7 diklasifikasikan sebagai "gempa besar" dalam skala ini. Untuk memberi gambaran, gempa dengan magnitudo 7 hingga 7,9 umumnya menyebabkan kerusakan serius pada bangunan dan infrastruktur dalam radius tertentu dari pusat gempa. Kekuatan gempa seperti ini juga mampu memicu bencana ikutan lainnya seperti tanah longsor, likuifaksi tanah, atau bahkan tsunami jika terjadi di bawah laut. Klasifikasi ini menjelaskan mengapa gempa Myanmar menyebabkan kerusakan yang begitu parah dan dirasakan hingga ke negara-negara tetangga meski berpusat di daratan.
7. Sesar Sagaing: Penyebab Utama Gempa
Para ahli seismologi menunjuk Sesar Sagaing sebagai kemungkinan penyebab utama gempa dahsyat yang mengguncang Myanmar. Sesar Sagaing adalah sebuah patahan geser utama yang membelah Myanmar bagian tengah. Patahan ini membentang sepanjang lebih dari 1.000 kilometer dari utara ke selatan Myanmar, dan merupakan salah satu zona patahan paling aktif di Asia Tenggara. Gerakan pada sesar ini telah melepaskan energi gempa yang sangat besar, yang diperparah oleh kedalaman gempa yang dangkal—hanya 10 kilometer di bawah permukaan.
Kedalaman gempa yang dangkal memperkuat intensitas guncangan di daerah Mandalay dan sekitarnya, serta menyebarkan gelombang seismik jauh dari episentrum. Gelombang permukaan yang dihasilkan oleh gerakan patahan ini bergerak di sepanjang permukaan bumi, menyebabkan guncangan hebat yang terasa hingga jarak jauh. Sesar Sagaing sendiri merupakan hasil dari pertemuan antara lempeng India dan lempeng Sunda, yang terus bergerak dan bergesekan satu sama lain. Pergerakan ini mengakibatkan penumpukan energi tektonik yang kemudian dilepaskan dalam bentuk gempa bumi. Karena letak geologisnya yang berada di jalur aktif ini, Myanmar memang rentan terhadap gempa bumi besar seperti yang terjadi pada 28 Maret 2025.
8. Analisis Ahli Tentang Gempa Myanmar
Dr. Susan Hough, seorang seismolog dari USGS, menjelaskan bahwa gempa berkekuatan 7,7 pada kedalaman dangkal seperti yang terjadi di Myanmar melepaskan energi yang sangat besar. Gelombang permukaan yang dihasilkan oleh patahan geser semacam Sesar Sagaing memiliki jangkauan yang sangat luas, yang menjelaskan mengapa efek gempa ini sangat terasa di Bangkok meskipun jaraknya lebih dari 1.000 kilometer dari pusat gempa.
Satu faktor yang memperparah dampak gempa di Bangkok adalah adanya cekungan sedimen di bawah kota tersebut. Cekungan sedimen ini memperkuat getaran gempa, mengubah guncangan menjadi kekuatan yang lebih destruktif. Fenomena ini dikenal sebagai amplifikasi seismik, di mana gelombang gempa diperkuat ketika melewati lapisan sedimen yang lebih lunak dibandingkan dengan batuan padat. Inilah yang menyebabkan gedung-gedung di Bangkok bergoyang hebat meskipun terletak sangat jauh dari pusat gempa. Fenomena serupa juga terjadi di beberapa kota besar lainnya yang dibangun di atas cekungan sedimen, seperti Mexico City yang terkenal rentan terhadap amplifikasi gempa bumi.
9. Konteks Myanmar dan Perbandingan dengan Gempa Besar Lainnya
Myanmar adalah salah satu negara termiskin di Asia dan saat ini sedang mengalami ketidakstabilan politik akibat kudeta militer yang terjadi pada tahun 2021. Negara ini telah diguncang perang saudara selama lebih dari empat tahun, yang telah merusak ekonomi dan infrastruktur negara tersebut. Kebebasan internet di Myanmar juga telah sangat dibatasi sejak junta militer mengambil alih kekuasaan, yang tentunya mempersulit koordinasi bantuan dan penyebaran informasi terkait bencana. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan Myanmar untuk menghadapi bencana besar seperti gempa bumi berkekuatan 7,7 menjadi sangat dipertanyakan.
Jika dibandingkan dengan gempa bumi besar lainnya, gempa Myanmar ini memang tidak sekuat beberapa gempa legendaris dalam sejarah. Misalnya, pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1 di lepas pantai Indonesia memicu tsunami yang menewaskan sekitar 228.000 orang di berbagai negara di Samudra Hindia. Gempa besar lainnya terjadi di lepas pantai Jepang pada 2011, berkekuatan 9,0, yang menyebabkan kerusakan luas dan bencana di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima. Sementara itu, gempa bumi terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah memiliki magnitudo 9,5, terjadi di Chili pada tahun 1960. Meski tidak sekuat gempa-gempa tersebut, gempa Myanmar tetap diklasifikasikan sebagai gempa besar yang memiliki daya rusak signifikan, terutama mengingat konteks sosial-politik Myanmar yang sedang tidak stabil.