Resep Bubur Suro yang Dibuat Tanggal 10 Muharram

2 months ago 24

Liputan6.com, Jakarta Setiap tanggal 10 Muharram atau yang dikenal dengan Hari Asyura, banyak masyarakat di Indonesia, khususnya Jawa, menyambutnya dengan membuat bubur suro sebagai simbol syukur dan doa keselamatan. Hidangan tradisional ini tak sekadar lezat, tetapi juga sarat makna spiritual dan budaya, mencerminkan perpaduan antara nilai religius dan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. 

Bubur suro biasanya disajikan dengan isian lengkap seperti kacang hijau, ketan hitam, irisan telur, hingga lauk pelengkap seperti tempe goreng dan telur rebus. Resepnya pun memiliki kekhasan tersendiri, baik dari bumbu maupun cara penyajiannya. Artikel ini akan membagikan resep bubur suro khas 10 Muharram yang bisa Anda praktikkan di rumah sebagai bentuk refleksi dan penghormatan pada momen suci tersebut. 

Asal Usul Bubur Suro yang Dibuat Tanggal 10 Muharram 

يَوْمُ عَاشُورَاءَ (Yawm ʿĀsyūrāʾ) – Hari Asyura – adalah tanggal 10 Muharram yang memiliki keutamaan besar dalam Islam. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan, "Puasa hari Asyura menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim). Masyarakat Jawa memaknai momentum ini dengan membuat bubur suro sebagai bentuk doa keselamatan dan harapan baik untuk tahun ke depan.

Tradisi bubur suro yang dibuat tanggal 10 Muharram merupakan perpaduan nilai Islam dan budaya lokal. Kata "suro" berasal dari Asyura, dan bubur ini dianggap sebagai simbol penolak bala serta sarana spiritual untuk memohon perlindungan dari musibah. Biasanya, bubur dibuat dari beras, kacang-kacangan, serta lauk-pauk pelengkap yang disusun melambangkan keseimbangan hidup. 

Tradisi membuat bubur suro di tanggal 10 Muharram ini tercatat dalam kitab al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah, yang menyebutkan pentingnya menghidupkan hari Asyura dengan amal baik, termasuk sedekah dan memasak makanan untuk dibagikan. Hingga kini, tradisi ini masih lestari di lingkungan pesantren dan komunitas muslim Jawa sebagai bentuk kearifan lokal bernuansa Islam. 

Makna Tanggal 10 Muharram dalam Tradisi Bubur Suro

Rasulullah ﷺ bersabda: "Puasa hari Asyura dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim). Dalam berbagai riwayat, hari ini disebut sebagai saat ketika Allah ﷻ menyelamatkan para nabi dari ujian besar—seperti Nabi Nuh عليه السلام dari banjir dan Nabi Musa عليه السلام dari kejaran Firaun. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak amal, berpuasa, dan bersedekah sebagai wujud syukur serta refleksi diri.

Makna spiritual tersebut kemudian terwujud dalam budaya masyarakat Jawa melalui tradisi membuat dan membagikan bubur suro yang dibuat tanggal 10 Muharram. Makanan ini dipercaya menjadi simbol doa keselamatan, harapan rezeki, dan tolak bala di awal tahun baru Hijriah. Proses memasaknya dilakukan bersama keluarga atau komunitas, sebagai bentuk kebersamaan dalam membuka tahun dengan niat baik, doa, serta sedekah makanan.

Resep Bubur Suro Khas Tradisi Jawa

Dalam tradisi masyarakat Jawa, بُبُورْ سُورَوْ (bubur suro) bukan sekadar hidangan, melainkan simbol doa dan harapan di awal tahun Hijriah. Setiap bahan yang digunakan memiliki makna filosofis—menunjukkan kesederhanaan, keseimbangan, dan keberkahan. Membuat bubur suro pada tanggal 10 Muharram juga menjadi wujud rasa syukur, sebagaimana dianjurkan untuk memperbanyak amal dan berbagi pada Hari Asyura.

Berikut adalah bahan-bahan khas bubur suro yang digunakan dalam tradisi Jawa:

  • 1 cup beras putih → Bahan utama yang dimasak hingga lembut, melambangkan kesucian dan awal baru.
  • 700 ml santan sedang → Memberi rasa gurih dan tekstur lembut, sebagai lambang kemakmuran.
  • 2 lembar daun salam & 1 batang serai geprek → Untuk aroma wangi khas nusantara yang menenangkan.
  • 1 sdt garam → Sebagai penyeimbang rasa, mencerminkan harmoni dalam hidup.
  • Kacang hijau rebus atau ketan hitam (opsional) → Simbol hasil bumi dan keberkahan.
  • Pelengkap: telur rebus, abon, tempe goreng, sambal, dan irisan mentimun → Pelengkap yang menyempurnakan rasa sekaligus memperindah tampilan.

Langkah-langkah membuat bubur suro yang gurih dan lezat

  1. Cuci bersih beras, lalu rendam selama 30 menit agar cepat empuk saat dimasak.
  2. Rebus beras dengan air secukupnya hingga menjadi bubur setengah matang, sambil sesekali diaduk agar tidak gosong.
  3. Tambahkan daun salam, serai, dan garam, lanjutkan memasak hingga bubur benar-benar lunak.
  4. Tuang santan sedikit demi sedikit, aduk perlahan agar tidak pecah, lalu masak sampai bubur mengental dan matang sempurna.
  5. Sajikan bubur dengan pelengkap seperti telur rebus, abon, tempe goreng, dan sambal sesuai selera.

Agar bubur tetap gurih dan harum, pastikan santan dimasukkan setelah beras mulai empuk dan api dikecilkan saat mendidih. Bubur suro yang ideal memiliki tekstur lembut, gurih alami dari santan, serta aroma rempah yang khas. Cocok disantap hangat bersama keluarga saat 10 Muharram.

Tips agar Bubur Suro Tidak Cepat Basi dan Tahan Lama

Karena mengandung santan, bubur suro memang cenderung mudah basi jika tidak disimpan dengan benar. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan teknik memasak dan penyimpanan agar bubur tetap nikmat meski disajikan beberapa jam setelah dimasak.

Berikut beberapa tips praktis:

  • Masak santan hingga benar-benar matang dan mendidih agar tidak cepat asam.
  • Gunakan api kecil saat memasak bubur setelah santan masuk, dan aduk terus agar tidak pecah.
  • Hindari menutup bubur saat masih panas, biarkan uap keluar terlebih dahulu.
  • Simpan bubur dalam wadah tertutup di suhu ruang sejuk atau masukkan ke kulkas jika ingin tahan lebih lama.
  • Hangatkan kembali dengan api kecil saat akan disajikan ulang agar tekstur tetap lembut.

Dengan tips ini, bubur suro bisa bertahan lebih lama tanpa kehilangan cita rasa gurihnya yang khas.

Tradisi Membagikan Bubur Suro: Simbol Doa dan Sedekah

صَدَقَةٌ فِي عَاشُورَاءَ (Ṣadaqatun fī ʿĀsyūrāʾ) — sedekah di Hari Asyura — merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang melapangkan (membahagiakan) keluarganya di Hari Asyura, maka Allah akan melapangkannya sepanjang tahun." (HR. al-Baihaqi).

Di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa, tradisi membagikan bubur suro yang dibuat tanggal 10 Muharram bukan sekadar aktivitas berbagi makanan, melainkan wujud nyata dari doa, sedekah, dan harapan akan keselamatan serta rezeki yang lancar di tahun baru Hijriah.

Bubur suro biasanya dimasak dalam jumlah besar dan dibagikan kepada tetangga, kerabat, hingga kaum dhuafa, sebagai bentuk kebaikan yang diiringi doa. Tradisi ini juga memperkuat nilai kebersamaan dan gotong royong di tengah masyarakat.

Dalam beberapa keluarga, pembagian bubur suro disertai dengan doa bersama atau tahlilan, menciptakan suasana spiritual yang hangat dan penuh keberkahan. Selain menjadi bagian dari ibadah sunnah di Hari Asyura, momen ini turut mempererat tali silaturahmi dan menjaga keharmonisan sosial melalui semangat berbagi.

Pertanyaan Umum Seputar Topik

1. Apa itu bubur suro?

Bubur suro adalah bubur khas tradisi Jawa yang dibuat setiap 10 Muharram sebagai simbol doa dan rasa syukur. Hidangan ini biasanya disajikan bersama lauk pelengkap seperti telur, tempe, dan sambal.

2. Mengapa bubur suro dibuat tanggal 10 Muharram?

Karena 10 Muharram atau Hari Asyura dipercaya sebagai hari penuh keberkahan dan keselamatan. Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala dan mengawali tahun baru Hijriah dengan kebaikan.

3. Apa saja bahan utama bubur suro?

Bahan utamanya adalah beras, santan, daun salam, serai, dan garam. Dilengkapi dengan pelengkap seperti telur rebus, abon, dan tempe goreng.

4. Bagaimana cara agar bubur suro tidak cepat basi?

Masak santan hingga matang sempurna, jangan tutup saat masih panas, dan simpan dalam wadah bersih atau di kulkas. Hindari memasukkan santan terlalu awal saat nasi belum empuk.

5. Apakah bubur suro hanya dibuat oleh masyarakat Jawa?

Utamanya berasal dari tradisi Jawa, tetapi kini juga dipraktikkan oleh komunitas muslim lain di Indonesia. Nilai spiritual dan sosialnya membuat tradisi ini terus berkembang lintas daerah.

Read Entire Article
Photos | Hot Viral |