Liputan6.com, Jakarta Pernah merasa lelah mengerjakan banyak hal, tapi tak ada yang menyadari betapa besar kontribusimu? Kamu mungkin sedang mengalami beban invisible labor. Istilah ini merujuk pada pekerjaan yang tak terlihat, tak dihargai, bahkan diremehkan, padahal sangat penting untuk kelancaran berbagai hal, baik di rumah, kantor, atau komunitas.
Invisible labor, mencakup berbagai tugas yang seringkali dilakukan tanpa pengakuan atau kompensasi yang layak. Dari mengurus rumah tangga hingga mengelola tugas administrasi di kantor, invisible labor memiliki dampak besar yang seringkali tak disadari.
Bayangkan kamu sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak, memasak, mencuci, dan mengelola keuangan rumah tangga. Atau sebagai karyawan yang selalu siap membantu rekan kerja, mengatur jadwal rapat, dan memastikan kelancaran operasional kantor. Meskipun pekerjaan-pekerjaan ini krusial, ia seringkali tak tercatat dan tak dihargai sebagaimana mestinya.
Seperti apa sebenarnya invisible labor, bentuk, dan dampaknya? Berikut penjelasannya yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/5/2025).
Setelah terbentur cuti bersama Idul Fitri, 2 pekan usai peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day, ratusan buruh di Bandung, Jakarta, dan Makassar gelar unjuk rasa. Tuntutan yang diajukan terkait kenaikan upah minimum dan menolak penerapan UU Cipta ...
Apa itu invisible labor?
Invisible labor adalah pekerjaan yang seringkali tak terlihat, tak dihargai, atau diremehkan, meskipun perannya sangat penting dalam menunjang kelancaran fungsi tempat kerja, keluarga, tim, dan organisasi. Ini bisa berupa pekerjaan di rumah, seperti mencuci pakaian, memasak, mengurus anak, hingga pekerjaan di kantor, seperti mengatur jadwal rapat atau membantu rekan kerja tanpa imbalan.
Karakteristik utama invisible labor adalah ketidaktampakannya secara langsung. Contohnya, mengatur jadwal keluarga, memesan perlengkapan kantor, atau memastikan persediaan rumah tangga tetap terpenuhi.
Seringkali, kontribusi invisible labor tidak diakui dan tidak dibayar, terutama di lingkungan rumah tangga dan tempat kerja. Hal ini menimbulkan beban mental yang signifikan, seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan berbagai tugas.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan dan minoritas ras lebih sering menanggung beban invisible labor. Ini mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan dan peran gender yang masih berlangsung. Dampaknya bisa berupa kelelahan fisik dan mental, ketidakadilan, dan hambatan karier, terutama bagi perempuan.
Asal usul invisible labor
Istilah "invisible labor" atau "kerja tak terlihat" berkembang dari istilah "invisible work" yang diperkenalkan oleh sosiolog Arlene Daniels dalam esainya tahun 1987. Daniels, seorang profesor di Northwestern University dan University of California, Berkeley, mendefinisikan invisible work sebagai pekerjaan yang tak terlihat dan tak dibayar, yang menjadi beban mental bagi yang bertanggung jawab.
Esai Daniels ini menginspirasi karya-karya penting lainnya, termasuk buku "Invisible labor: Hidden Work in the Contemporary World", yang diedit oleh Marion Crain, Winifred Poster, dan Miriam Cherry. Buku ini mendiskusikan apa yang membentuk sebuah "pekerjaan" dan mengapa beberapa jenis pekerjaan menjadi tak terlihat.
Konsep invisible labor terus berkembang dan dikaji oleh berbagai peneliti, mengungkapkan kompleksitas dan dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama bagi perempuan dan kelompok minoritas.
Jenis invisible labor
Invisible labor menjelma menjadi bentuk-bentuk pekerjaan yang bahkan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Berikut jenis invisible labor yang sering ditemukan:
- Reproductive Labor: Pekerjaan tak terbayar di rumah, seperti pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, yang sebagian besar dilakukan oleh perempuan.
- Digital and Gig Work: Pekerjaan di platform on-demand, seperti pengemudi ojek online atau pengantar makanan, seringkali dianggap invisible labor karena kurangnya pengakuan dan kompensasi yang layak.
- Volunteer Work: Pekerjaan sukarela, terutama dalam bantuan kemanusiaan, seringkali dianggap sebagai bantuan daripada pekerjaan, sehingga tak terlihat dan tak memiliki nilai ekonomi.
- Emotion and Administrative Work: Pekerjaan ini, sering dilakukan di lingkungan profesional, tidak diakui sebagai pekerjaan dan biasanya diremehkan, terutama jika dilakukan oleh perempuan.
Mengapa sebuah pekerjaan bisa tak kasat mata?
Sebuah pekerjaan bisa menjadi tak kasat mata karena gabungan dari faktor budaya, ekonomi, dan struktur kekuasaan yang membentuk cara masyarakat memandang apa itu "kerja" dan siapa yang dianggap sebagai "pekerja"
Norma dan nilai sosial yang meremehkan jenis pekerjaan tertentu, terutama yang diasosiasikan dengan perempuan dan kelompok minoritas. Banyak pekerjaan domestik (mengurus rumah, anak, suami) dianggap sebagai “kodrat perempuan”, bukan hasil kerja yang harus dihargai. Karena tidak diberi upah, pekerjaan seperti mengurus rumah atau merawat lansia tidak tercatat dalam statistik tenaga kerja.
Hukum dan peraturan juga gagal mengakui atau melindungi jenis pekerjaan tertentu, sehingga berkontribusi pada ketidaktampakannya. Pekerjaan rumah tangga, kerja emosi, atau peran sosial tidak diatur dalam hukum ketenagakerjaan, sehingga tidak memiliki perlindungan atau pengakuan resmi. Akibatnya, pekerjaan ini tidak masuk dalam sistem penggajian, jaminan sosial, atau cuti kerja.
Selain itu, konteks fisik dan organisasi tempat pekerjaan dilakukan dapat mengaburkan pengakuannya sebagai pekerjaan. Dalam banyak kasus, ketika pekerjaan dilakukan di ruang privat atau di luar struktur formal (non-lembaga), maka pekerjaan itu sering kali tidak terlihat, tidak dihargai, atau bahkan tidak disebut sebagai “kerja”. Semakin privat, tidak terstruktur, dan tidak digaji suatu pekerjaan, semakin besar kemungkinan pekerjaan itu tak diakui sebagai pekerjaan.
Dampak invisible labor
Invisible labor memiliki dampak luas yang tidak hanya merugikan individu, tetapi juga memengaruhi struktur sosial, ekonomi, dan kebijakan publik secara sistemik. Berikut dampak yang bisa terjadi akibat adanya invisible labor:
- Devaluasi Ekonomi: Invisible labor seringkali diremehkan secara ekonomi, menyebabkan upah rendah dan kurangnya kompensasi bagi yang melakukannya.
- Ketidaksetaraan Gender: Perempuan dan kelompok yang kurang beruntung lebih mungkin melakukan invisible labor, memperburuk ketidaksetaraan gender di pasar kerja.
- Masalah kesehatan mental dan fisik: Beban kerja terus-menerus tanpa pengakuan dapat menyebabkan kelelahan, stres, dan penurunan kesehatan mental.
- Kebijakan dan Dampak Teknologi Pengenalan teknologi baru dan paradigma sosioteknis dapat semakin mengaburkan visibilitas pekerjaan, sehingga perlu intervensi kebijakan untuk mengatasi masalah ini.
Sering dihadapi perempuan
Invisible labor lebih sering dibebankan pada perempuan karena berbagai faktor, termasuk norma budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai pengasuh utama di rumah dan meremehkan pekerjaan rumah tangga. Norma gender juga berperan, di mana perempuan diharapkan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, yang seringkali tak dianggap sebagai pekerjaan formal.
Akibatnya, perempuan seringkali menanggung beban ganda, yaitu pekerjaan berbayar dan invisible labor di rumah. Hal ini berdampak pada kesejahteraan fisik dan mental mereka, serta menghambat kemajuan karier mereka. Perubahan norma sosial dan kebijakan yang mendukung diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan ini.
Mengatasi invisible labor membutuhkan kesadaran kolektif, distribusi tugas yang adil, dan kebijakan yang mendukung. Dengan mengakui dan menghargai kontribusi semua orang, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara.