Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu belakangan, Aplikasi World App menjadi viral di media sosial Indonesia karena tawaran yang menggiurkan: bayaran sebesar Rp800.000 bagi siapa saja yang bersedia melakukan pemindaian retina mata. Fenomena ini menarik perhatian banyak masyarakat yang antusias mendapatkan uang dengan cara yang tampak mudah, yaitu hanya dengan memindai mata mereka menggunakan teknologi canggih milik Aplikasi World App tersebut.
Namun di balik tawaran menggiurkan itu, banyak pertanyaan muncul mengenai keamanan data biometrik pengguna. Aplikasi World App sendiri mengklaim bahwa layanan mereka dirancang untuk memverifikasi bahwa pengguna adalah manusia asli dan bukan bot, sebuah solusi yang mereka tawarkan di era kecerdasan buatan (AI) yang kian berkembang. Tapi perlu dicermati apakah klaim tersebut sejalan dengan praktik pengolahan data yang mereka lakukan.
Kontroversi semakin meningkat ketika Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengambil langkah untuk membekukan operasi sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan World Coin dan World ID yang terkait dengan Aplikasi World App. Keputusan ini diambil sebagai langkah preventif untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko terhadap keamanan data pribadi mereka, terutama data biometrik yang sangat sensitif seperti pola retina mata.
Berikut penjelasannya, yang telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Selasa (6/5).
Ternyata mata mempunyai banyak bagian. Salah satunya retina mata. Ini dia agar retina mata tetap sehat.
Imbalan Menggiurkan vs. Risiko Data Pribadi
World App adalah bagian dari ekosistem layanan yang disediakan oleh World, yang terdiri dari empat komponen utama: World ID, World App, World Coin, dan World Chain. Sebagai aplikasi utama dalam ekosistem ini, World App berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan World ID, yang merupakan sistem identifikasi digital pengguna.
World App tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan identitas digital, tetapi juga dapat digunakan untuk mengelola aset digital seperti mata uang kripto, salah satunya adalah World Coin. Selain itu, aplikasi ini juga menawarkan akses ke berbagai aplikasi mini yang tersedia dalam ekosistem World, memperluas kemampuan dan kegunaan aplikasi tersebut bagi penggunanya.
Menurut deskripsi di laman resminya, World ID dirancang untuk "membuktikan dengan aman dan anonim bahwa Anda adalah manusia secara online." Sistem ini diklaim sebagai respons terhadap era kecerdasan buatan yang kian berkembang, di mana membedakan antara interaksi manusia asli dan bot menjadi semakin sulit dan penting.
World ID bekerja untuk membantu pengguna melakukan verifikasi online dan masuk ke aplikasi mobile dengan mudah, sekaligus memastikan bahwa pengguna adalah manusia asli dan bukan bot. Sistem ini memungkinkan verifikasi anonim dan aman untuk berbagai aktivitas online seperti voting atau pembelian tiket konser.
Proses Verifikasi dan Keamanan Data
Inti dari sistem verifikasi World adalah perangkat bernama Orb, sebuah bola berteknologi tinggi yang dilengkapi dengan kamera dan sensor canggih. Perangkat ini tidak hanya memindai iris mata pengguna, tetapi juga mengambil gambar beresolusi tinggi dari tubuh, wajah, dan mata, termasuk detail iris mata pengguna yang sangat spesifik dan unik.
Lebih jauh lagi, berdasarkan formulir persetujuan data, perusahaan juga melakukan "deteksi radar doppler tanpa kontak terhadap detak jantung, pernapasan, dan tanda-tanda vital lainnya." Pengumpulan data biometrik yang ekstensif ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang privasi dan keamanan data pengguna.
Informasi biometrik yang dikumpulkan digunakan untuk menghasilkan "IrisHash," sebuah kode unik yang disimpan secara lokal di dalam Orb. World mengklaim bahwa kode ini tidak pernah dibagikan, melainkan digunakan untuk memeriksa apakah IrisHash tersebut sudah ada dalam database Worldcoin, menggunakan metode kriptografi yang disebut bukti tanpa pengetahuan (zero-knowledge proof).
Jika algoritma tidak menemukan kecocokan, maka pengguna telah lulus pemeriksaan keunikan dan dapat melanjutkan pendaftaran dengan alamat email, nomor telepon, atau kode QR untuk mengakses dompet Worldcoin. World juga mengklaim bahwa informasi biometrik tetap berada di Orb dan akan dihapus setelah diunggah, setelah perusahaan selesai melatih jaringan neural AI mereka.
World Coin dan World Chain
World Coin adalah mata uang kripto yang menjadi bagian dari ekosistem World dan dapat digunakan dalam jaringan World Chain. Menariknya, World Coin diklaim dapat diklaim secara gratis oleh setiap individu yang telah terverifikasi melalui proses pemindaian retina menggunakan Orb, sepanjang hukum setempat mengizinkan.
Mata uang kripto ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam ekosistem World, termasuk membayar biaya gas (transaction fee) di World Chain. Selain itu, World Coin juga dapat digunakan sebagai mata uang virtual dalam game dan aplikasi yang terintegrasi dengan ekosistem World.
World Chain sendiri adalah blockchain yang diklaim dirancang khusus untuk "manusia sesungguhnya." Jaringan blockchain ini bersifat tanpa perlu izin (permissionless), open source, dan dirancang untuk tata kelola komunitas, memberikan kendali lebih besar kepada pengguna dalam ekosistem World.
World Chain memiliki beberapa fitur utama seperti biaya gas gratis untuk semua manusia yang terverifikasi, distribusi untuk semua pengguna World App melalui aplikasi mini, transaksi kripto yang disederhanakan, dan resistensi Sybil untuk pengembang melalui World ID. Fitur-fitur ini bertujuan untuk membuat blockchain lebih aksesibel dan bermanfaat bagi pengguna umum.
Kontroversi dan Langkah Pemerintah
Kontroversi mengenai Aplikasi World App memuncak ketika viral di media sosial bahwa perusahaan ini membayar Rp800.000 bagi orang yang bersedia data retinanya direkam di Bekasi. Viralnya kejadian ini menarik perhatian otoritas pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Merespon situasi tersebut, Komdigi mengambil tindakan tegas dengan membekukan operasi sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan World Coin dan World ID. Langkah ini dinyatakan sebagai tindakan preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat terkait keamanan data pribadi mereka.
Penelusuran awal yang dilakukan Komdigi mengungkapkan bahwa PT Terang Bulan Abadi, yang diduga terkait dengan operasional World App di Indonesia, belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Perusahaan tersebut juga tidak memiliki TDPSE seperti yang diwajibkan oleh perundang-undangan Indonesia.
Lebih mencurigakan lagi, Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE, tetapi bukan atas nama PT Terang Bulan Abadi melainkan atas nama PT Sandina Abadi Nusantara. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius.
Tanggapan Tools for Humanity
Tools for Humanity (TFH), startup yang berada di belakang World, merespon pembekuan operasi tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya telah menghentikan sementara layanan verifikasinya di Indonesia secara sukarela. Mereka juga menyatakan akan melakukan komunikasi dengan pemerintah terkait izin mereka.
TFH mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan diskusi berkelanjutan dan mendalam dengan pemerintah Indonesia, memastikan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku, serta menginformasi masyarakat melalui konferensi pers, acara publik, dan kampanye edukatif sebelum meluncurkan layanan mereka di Indonesia.
Perusahaan ini juga berusaha menjelaskan bahwa teknologi mereka bertujuan untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terutama ketika misinformasi dan disinformasi, termasuk pencurian identitas dan deepfake, semakin merajalela. Mereka menegaskan bahwa proses verifikasi dilakukan tanpa menyimpan data pribadi pengguna.
Meskipun demikian, TFH mengakui bahwa teknologi baru sering dipandang skeptis dan dibayangi kekhawatiran sebelum akhirnya diterima oleh semua pihak. Mereka menyinggung bahwa hal serupa terjadi pada produk seperti ponsel, mobil, dan komputer saat pertama kali dikenalkan, yang kemudian terbukti membawa manfaat besar bagi masyarakat.
Risiko Keamanan Data dan Privasi
Pengumpulan data biometrik, terutama pemindaian retina, menimbulkan kekhawatiran serius terkait privasi dan keamanan data. Data biometrik bersifat permanen dan unik untuk setiap individu, sehingga kebocoran atau penyalahgunaan data tersebut dapat berdampak seumur hidup bagi korbannya.
Meskipun World mengklaim bahwa informasi biometrik tetap berada di Orb dan akan dihapus setelah diunggah, tidak ada jaminan independen yang memverifikasi klaim tersebut. Selain itu, penggunaan data untuk melatih jaringan neural AI juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana data tersebut digunakan dan siapa yang memiliki akses terhadapnya.
Kekhawatiran lain muncul dari fakta bahwa World mengambil gambar beresolusi tinggi dari tubuh, wajah, dan mata pengguna, serta melakukan deteksi radar doppler terhadap detak jantung dan tanda-tanda vital lainnya. Pengumpulan data yang sangat komprehensif ini jauh melampaui apa yang diperlukan untuk sekadar memverifikasi bahwa seseorang adalah manusia asli.
Dalam konteks regulasi perlindungan data di Indonesia, praktik semacam ini perlu dievaluasi secara ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip seperti minimisasi data, proporsionalitas, dan transparansi. Masyarakat juga perlu diberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang bagaimana data mereka akan digunakan, disimpan, dan dilindungi.