Liputan6.com, Jakarta Malam satu Suro, yang kerap dikaitkan dengan nuansa mistis Jawa, ternyata memiliki makna mendalam dalam Islam sebagai awal bulan suci Muharram. Bagi umat Islam, arti malam satu suro tak lepas dari refleksi hijrah spiritual, bukan sekadar mitos atau ritual budaya. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya makna malam yang bertepatan dengan 1 Muharram ini dalam ajaran Islam?
Dalam kalender Islam, malam satu Suro menandai dimulainya tahun baru Hijriyah. Momentum ini menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk merenungkan perjalanan spiritual mereka selama setahun terakhir. Lebih dari sekadar tradisi, malam ini adalah kesempatan untuk memperbarui niat dan meningkatkan kualitas diri di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami esensi sebenarnya dari malam satu Suro dalam konteks ajaran Islam yang benar.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang arti malam satu suro bagi umat Islam, meluruskan pandangan yang keliru, dan menginspirasi pembaca untuk menyambut tahun baru Hijriyah dengan semangat hijrah yang sesungguhnya. Simak pembahasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (24/6/2025).
Malam 1 Suro 2022 atau 1 Muharram 1444 H jatuh pada 29 Juli 2022, menandakan awal tahun baru penanggalan Islam dan Jawa. Malam 1 Suro juga dipercaya sebagai waktu munculnya lelembut ke alam manusia. Untuk itu, ada sejumlah pantangan bagi masyarakat J...
Malam Satu Suro dalam Perspektif Islam
Istilah "Satu Suro" sebenarnya merujuk pada tanggal 1 Muharram dalam penanggalan Jawa, yang merupakan perpaduan antara kalender Hijriyah dan Saka. Penting untuk dipahami bahwa dalam Islam, malam ini adalah awal Tahun Baru Hijriyah, bukan malam yang memiliki kekuatan magis atau mistis. Fokus utama umat Islam pada malam ini adalah menyambut tahun baru dengan introspeksi dan meningkatkan ibadah.
Kalender Hijriyah sendiri memiliki sejarah panjang dalam peradaban Islam. Penetapannya dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 Hijriyah, berdasarkan usulan dari Ali bin Abi Thalib yang menjadikan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai patokan awal perhitungan tahun. Keputusan ini diambil sebagai solusi atas permasalahan administrasi pemerintahan yang semakin kompleks pada masa itu.
Menariknya, hijrah fisik Nabi Muhammad SAW sebenarnya terjadi pada bulan Rabiul Awal. Namun, Khalifah Umar menetapkan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Islam karena bulan ini melambangkan persiapan hijrah yang telah dimulai sejak bulan Muharram, tepat setelah Baiat Aqabah yang berlangsung di penghujung Dzulhijjah. Dengan demikian, Muharram menjadi simbol awal dari sebuah perubahan besar dalam sejarah Islam.
Pemahaman yang benar tentang sejarah dan landasan kalender Hijriyah ini penting agar kita tidak terjebak dalam kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Malam satu Suro seharusnya dimaknai sebagai momentum untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan, bukan sebagai ajang untuk melakukan ritual-ritual yang tidak memiliki dasar dalam syariat.
Makna Spiritual Malam Satu Suro bagi Umat Islam
Malam satu Suro, atau 1 Muharram, adalah momen penting bagi umat Islam untuk melakukan introspeksi diri dan menandai pergantian tahun spiritual. Bulan Muharram sebagai bulan haram (suci) menjadi waktu yang tepat untuk mengevaluasi diri: Apa yang sudah dilakukan untuk Allah di tahun lalu? Sudahkah kita memberikan yang terbaik dalam beribadah dan beramal saleh? Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya menjadi bahan renungan bagi setiap Muslim.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Hasyr ayat 18: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat, dan malam satu Suro adalah waktu yang tepat untuk memulai persiapan tersebut.
Selain sebagai momen introspeksi, malam satu Suro juga merupakan waktu pelipatgandaan amal ibadah. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak puasa (terutama puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram) dan memperbanyak dzikir. Dalam sebuah hadis shahih diriwayatkan bahwa: "Puasa di hari Asyura menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR Muslim). Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan berpuasa di bulan Muharram.
Lebih dari sekadar ritual, malam satu Suro juga menjadi simbol hijrah hakiki. Hijrah yang dimaksud bukan hanya hijrah fisik, tetapi juga hijratun nafsiah (perbaikan akhlak) dan hijratul amaliyah (peningkatan ibadah). Contohnya, berhenti dari perbuatan maksiat, berkomitmen untuk shalat tepat waktu, dan meningkatkan kualitas diri dalam berbagai aspek kehidupan.
Malam satu Suro juga dapat menjadi momentum untuk memperkuat silaturahmi dan solidaritas antar sesama. Tradisi bagi-bagi takjil atau santunan anak yatim di bulan Muharram adalah contoh nyata dari pengamalan nilai-nilai Islam. BAZNAS dan lembaga zakat lainnya juga seringkali mengadakan program sosial khusus di bulan Muharram untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Dengan demikian, makna spiritual malam satu Suro bagi umat Islam sangatlah dalam dan relevan. Momentum ini seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan kualitas diri, memperbanyak ibadah, dan mempererat tali persaudaraan. Jangan biarkan malam yang mulia ini berlalu begitu saja tanpa ada perubahan positif dalam diri kita.
Koreksi Mitos vs. Ajaran Islam
Di tengah masyarakat Jawa, malam satu Suro seringkali dikaitkan dengan berbagai mitos dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Penting untuk membedakan antara mitos-mitos tersebut dengan fakta-fakta yang bersumber dari Al-Quran dan hadis. Misalnya, mitos yang mengatakan bahwa ada larangan keluar malam karena roh gentayangan, jelas tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Umat Islam boleh beraktivitas normal selama tidak melanggar aturan agama.
Contoh lain adalah ritual kirab pusaka yang dipercaya dapat menolak bala. Dalam Islam, tolak bala dilakukan dengan cara berdoa, beristighfar, dan bersedekah. Ritual-ritual yang mengandung unsur syirik atau menyekutukan Allah SWT jelas dilarang dalam agama Islam. Kita harus berhati-hati dalam menyikapi tradisi-tradisi yang ada agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang dilarang oleh agama.
Ulama dan tokoh agama seringkali memberikan pesan yang jelas terkait hal ini. Banyak ulama sering mengingatkan kita untuk selalu berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar dan menjauhi segala bentuk khurafat dan bid'ah.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam dan mampu membedakan antara tradisi budaya yang positif dengan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan agama. Malam satu Suro seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan, bukan untuk mengikuti mitos-mitos yang tidak berdasar.
Amalan Sunnah di Malam Satu Suro
Malam satu Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram, merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada beberapa amalan sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan pada malam yang mulia ini. Salah satunya adalah puasa sunnah, terutama puasa Tasu'a (9 Muharram) dan puasa Asyura (10 Muharram). Puasa ini memiliki keutamaan yang besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis shahih.
Selain puasa, umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak istighfar dan shalat malam. Istighfar adalah permohonan ampun kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Shalat malam, seperti shalat tahajud, adalah ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT dan memiliki keutamaan yang besar. Dengan memperbanyak istighfar dan shalat malam, kita berharap dapat membersihkan diri dari dosa-dosa dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Amalan lain yang dianjurkan adalah membaca sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW. Dengan membaca sejarah hijrah, kita dapat mengambil ibrah (pelajaran) tentang perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Kita juga dapat meneladani semangat hijrah Nabi Muhammad SAW untuk meninggalkan segala perbuatan buruk dan menuju kebaikan.
Bersedekah juga merupakan amalan yang sangat dianjurkan di malam satu Suro. Sedekah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan, menyantuni anak yatim, atau memberikan bantuan kepada fakir miskin. Dengan bersedekah, kita dapat berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Selain amalan-amalan tersebut, malam satu Suro juga merupakan waktu yang tepat untuk merencanakan target ibadah di tahun baru Hijriyah. Kita dapat membuat daftar target ibadah yang ingin dicapai, seperti membaca Al-Quran setiap hari, shalat tepat waktu, atau mengikuti kajian-kajian agama. Dengan memiliki target ibadah yang jelas, kita akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan mengamalkan amalan-amalan sunnah di malam satu Suro, kita berharap dapat meraih keberkahan dan ridha Allah SWT di tahun baru Hijriyah. Jadikan momen ini sebagai titik awal untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bertakwa, dan lebih bermanfaat bagi sesama.
Arti malam satu suro bagi umat Islam adalah pintu gerbang menuju tahun baru penuh berkah, diisi dengan introspeksi, hijrah spiritual, dan amal shaleh. Jadikan momen ini untuk memperbaiki diri, bukan terjebak mitos. Selamat Tahun Baru 1447 H!
FAQ: Arti Malam Satu Suro bagi Umat Islam
Q: Apakah malam satu Suro punya keistimewaan khusus dalam Islam?
A: Keistimewaannya terletak pada kemuliaan bulan Muharram, bukan malam itu sendiri. Ibadah di bulan ini berpahala besar.
Q: Bolehkah ikut tradisi Jawa seperti tapa brata?
A: Jika mengandung unsur syirik/menyekutukan Allah, haram. Jika sekadar budaya (tanpa ritual haram), boleh selama tidak mengganggu ibadah.
Q: Mengapa 1 Muharram tidak dirayakan seperti tahun baru Masehi?
A: Islam mengajarkan refleksi, bukan hura-hura. Perayaan berlebihan (konfetti, pesta) tidak dicontohkan Nabi.
Q: Apa doa khusus menyambut 1 Muharram?
A: Tidak ada doa spesifik, tapi dianjurkan membaca: "Allahumma barik lana fi Muharram..." (Ya Allah, berkahi kami di Muharram...).