Arti Bulan Suro dalam Islam, Pahami Makna Spiritual, Keutamaan, dan Amalan Sunnah

4 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta Bagi masyarakat Jawa, istilah "Suro" mungkin lebih akrab dibandingkan "Muharram." Namun, tahukah Anda bahwa arti bulan Suro dalam Islam sejatinya merujuk pada bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah? Keduanya adalah satu dan sama, hanya berbeda dalam penamaan lokal. 

Bulan Suro, atau Muharram, memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Ia bukan sekadar penanda awal tahun baru Hijriah, tetapi juga menyimpan makna spiritual yang mendalam, keutamaan yang agung, serta amalan-amalan yang dianjurkan. Memahami arti bulan Suro dalam Islam akan membuka wawasan kita tentang betapa berharganya bulan ini.

Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas arti bulan Suro dalam Islam, meliputi makna filosofis, keutamaan berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan Hadits, peristiwa penting yang terjadi di dalamnya, amalan sunnah yang dianjurkan, hingga koreksi terhadap mitos dan bid'ah yang kerap menyelimutinya. Mari kita selami bersama kedalaman makna bulan yang mulia ini.

Mari kita telaah lebih dalam mengenai arti bulan Suro dalam konteks ajaran agama Islam yang sebenarnya, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (25/6/2025).

Pawai obor menyemarakkan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriyah di sejumlah daerah. Pawai di antaranya digelar sekitar 1.500 warga di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, serta ribuan warga di Cilacap, Jawa Tengah.

Makna Filosofis ‘Bulan Suro’ dalam Perspektif Islam

Meskipun istilah "Suro" lebih dikenal dalam budaya Jawa, penting untuk memahami bagaimana istilah lokal ini berakar dan selaras dengan konsep Islam. Memahami akar budaya dan agama akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang arti bulan Suro dalam Islam.

Asal Usul Istilah "Suro"

Secara etimologis, "Suro" berasal dari bahasa Jawa yang merupakan serapan dari kata "Asyura" dalam bahasa Arab. Asyura sendiri merujuk pada hari kesepuluh bulan Muharram, sebuah hari yang sangat istimewa dalam Islam. Seiring berjalannya waktu, istilah "Suro" meluas penggunaannya menjadi sebutan untuk keseluruhan bulan Muharram di kalangan masyarakat Jawa.

Keistimewaan bulan Muharram ditegaskan dalam Al-Quran, surat At-Taubah ayat 36:

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." (QS. At-Taubah: 36)

Makna "Muharram" dalam Islam

Secara harfiah, "Muharram" berarti "yang diharamkan" atau "yang dipantang." Penamaan ini merujuk pada larangan melakukan peperangan atau pertumpahan darah selama bulan ini. Lebih dari itu, Muharram menjadi momentum spiritual bagi umat Islam untuk melakukan introspeksi diri, membersihkan hati dari dosa, dan memperbanyak amal kebajikan.

Pesan Hijrah di Balik Bulan Suro

Bulan Suro, atau Muharram, erat kaitannya dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi juga simbol transformasi diri dari keburukan menuju kebaikan, dari kegelapan menuju cahaya, dan dari ketidakadilan menuju keadilan. Bulan ini menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa berhijrah menuju pribadi yang lebih baik di hadapan Allah SWT.

Keutamaan Bulan Suro dalam Dalil

Keutamaan bulan Suro, atau Muharram, memiliki landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadits. Berikut adalah beberapa keutamaan bulan ini yang perlu kita ketahui:

Bulan Haram (Suci)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Muharram termasuk dalam empat bulan haram (suci) yang dimuliakan oleh Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 36 dan hadits riwayat Bukhari dan Muslim.

Sebagai bulan haram, segala amal baik yang dilakukan di bulan Muharram akan dilipatgandakan pahalanya, sementara dosa yang diperbuat akan mendapatkan ganjaran yang lebih berat. Oleh karena itu, mari kita manfaatkan bulan ini untuk memperbanyak ibadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

"Syahrullah" (Bulan Allah)

Muharram juga dikenal sebagai "Syahrullah," yang berarti "Bulan Allah." Penyandaran khusus ini menunjukkan betapa istimewanya bulan ini di sisi Allah SWT. Al-Zamakhsyari, seperti yang dikutip dalam kitab Faidh al-Qadir, mengatakan bahwa penyandaran ini menunjukkan kemuliaan dan keagungan bulan Muharram, sebagaimana kita menyebut "Baitullah" (rumah Allah) atau "Ahlullah" (keluarga Allah).

Hari Asyura (10 Muharram): Puncak Keutamaan

Puncak keutamaan bulan Muharram terletak pada hari Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram. Pada hari ini, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Firaun. Sebagai ungkapan syukur, Nabi Musa AS berpuasa pada hari tersebut, dan kemudian diikuti oleh Nabi Muhammad SAW dan umatnya.

Keutamaan puasa Asyura ditegaskan dalam hadits riwayat Abu Qatadah, bahwa puasa pada hari tersebut dapat menghapus dosa setahun yang lalu. Sungguh sebuah kesempatan emas bagi kita untuk meraih ampunan Allah SWT.

Peristiwa Penting di Bulan Suro dan Hikmahnya

Bulan Suro, atau Muharram, menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bulan Muharram erat kaitannya dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa ini menjadi titik awal penanggalan Hijriah, yang diputuskan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA.

Peristiwa Para Nabi di Hari Asyura

Selain peristiwa penyelamatan Nabi Musa AS, hari Asyura juga menjadi hari terjadinya berbagai peristiwa penting yang dialami oleh para nabi lainnya. Di antaranya adalah diterimanya taubat Nabi Adam AS, diselamatkannya Nabi Nuh AS dari banjir bandang, dan lain sebagainya.

Tragedi Karbala (10 Muharram 61 H)

Pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriah, terjadi tragedi Karbala, di mana Husein bin Ali RA, cucu Nabi Muhammad SAW, beserta para pengikutnya gugur syahid. Tragedi ini menjadi pengingat bagi umat Islam akan pentingnya persatuan dan kesatuan, serta menjauhi segala bentuk perpecahan dan permusuhan.

Amalan Sunnah di Bulan Suro

Bulan Suro, atau Muharram, merupakan waktu yang tepat untuk memperbanyak amal ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berikut adalah beberapa amalan sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan di bulan ini:

Puasa Sunnah

Salah satu amalan yang paling dianjurkan di bulan Muharram adalah puasa sunnah. Terutama puasa Asyura (10 Muharram), yang memiliki keutamaan menghapus dosa setahun yang lalu. Selain itu, juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa Tasu'a (9 Muharram) sebagai pembeda dengan tradisi Yahudi.

Memperbanyak Ibadah dan Sedekah

Selain puasa, kita juga dianjurkan untuk memperbanyak ibadah lainnya, seperti shalat sunnah, membaca Al-Quran, berdzikir, dan berdoa. Selain itu, bersedekah juga merupakan amalan yang sangat dianjurkan di bulan Muharram. Sedekah dapat berupa materi, tenaga, atau bahkan senyuman yang tulus.

Menafkahi Keluarga dengan Lapang

Terdapat tradisi yang baik di kalangan umat Islam, yaitu memberikan kelapangan rezeki kepada keluarga di hari Asyura. Hal ini sebagai bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dengan memberikan kelapangan kepada keluarga, insyaAllah rezeki kita juga akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Menghindari Maksiat dan Perbuatan Zalim

Sebagai bulan haram, kita dianjurkan untuk menjauhi segala bentuk maksiat dan perbuatan zalim di bulan Muharram. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 36, yang melarang kita untuk menganiaya diri sendiri di bulan-bulan haram.

Koreksi Mitos dan Bid'ah Seputar Bulan Suro

Sayangnya, di tengah masyarakat, terdapat berbagai mitos dan bid'ah yang menyelimuti bulan Suro. Sebagai umat Islam yang cerdas, kita perlu meluruskan kesalahpahaman ini dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.

Mitos "Bulan Sial" dalam Budaya Lokal

Sebagian masyarakat mempercayai bahwa bulan Suro adalah bulan yang sial dan penuh dengan kesialan. Kepercayaan ini tentu bertentangan dengan ajaran Islam, yang menolak segala bentuk takhayul dan ramalan. Rasulullah SAW bersabda, "Tiada penyakit menular karena nasib sial." (HR. Abu Dawud)

Ritual Syirik (Ruwatan, Tirakatan)

Beberapa tradisi lokal, seperti ruwatan dan tirakatan, kerap dikaitkan dengan bulan Suro. Namun, jika ritual tersebut mengandung unsur syirik (menyekutukan Allah SWT), maka hukumnya haram dan dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa: 48)

Tradisi Berkabung Ekstrem

Sebagian kelompok masyarakat merayakan hari Asyura dengan tradisi berkabung yang ekstrem, seperti melukai diri sendiri. Perbuatan ini jelas dilarang dalam Islam, karena Allah SWT melarang kita untuk mencelakakan diri sendiri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa: 29)

Bulan Suro, atau Muharram, adalah bulan yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Mari kita manfaatkan bulan ini untuk bertaubat kepada Allah SWT, melakukan introspeksi diri, dan memperbanyak amal ibadah. Jauhilah segala bentuk mitos, bid'ah, dan perbuatan maksiat yang dapat merusak kesucian bulan ini.

Keagungan bulan Suro bukan terletak pada mitos dan tradisi yang tidak berdasar, melainkan pada kemuliaan syariat yang terkandung di dalamnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjalankan ajaran-Nya dengan sebaik-baiknya.

FAQ tentang Bulan Suro

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang bulan Suro:

Q1: Apa beda bulan Suro dan Muharram?

A: Suro adalah istilah Jawa untuk Muharram (sama secara substansi).

Q2: Benarkah puasa Asyura menghapus dosa setahun?

A: Ya, berdasarkan hadits shahih Muslim.

Q3: Bolehkah melakukan tradisi lokal selama bulan Suro?

A: Boleh selama tidak mengandung syirik, misalnya: sedekah atau silaturahmi.

Q4: Mengapa Muharram disebut "bulan Allah"?

A: Penyandaran khusus menunjukkan kemuliaannya (HR. Muslim).

Q5: Apa hikmah terbesar bulan Suro?

A: Momentum hijrah spiritual: evaluasi diri dan tingkatkan taqwa.

Read Entire Article
Photos | Hot Viral |