Liputan6.com, Jakarta Rumor mengenai potensi merger antara dua raksasa transportasi online, Grab Holdings Ltd. dan GoTo Gojek Tokopedia, kembali mencuat. Sejumlah sumber melaporkan bahwa pembicaraan antara kedua perusahaan semakin intensif, dengan target kesepakatan pada 2025. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk mengurangi persaingan ketat dan menekan kerugian yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Meskipun kabar ini menarik perhatian banyak pihak, pihak GoTo sendiri telah membantah adanya rencana merger. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan GoTo, RA Koesoemohadiani, yang menjelaskan bahwa berita yang sama juga beredar sebelumnya namun hanya berdasarkan spekulasi.
Sementara itu, pihak Grab masih enggan memberikan komentar resmi terkait rumor ini. Kepala Biro Humas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Deswin Nur, juga menegaskan bahwa jika merger benar terjadi, ada potensi dominasi pasar yang dapat berdampak pada harga layanan dan pilihan konsumen. Lantas, apa saja dampak yang mungkin terjadi jika GoTo dan Grab benar-benar bergabung?
Sejarah dan Proses Pembicaraan Merger
Kabar mengenai potensi merger antara Grab dan GoTo sebenarnya bukanlah hal baru. Pembicaraan serupa pernah terjadi pada tahun 2020 dan awal 2024, tetapi belum mencapai titik kesepakatan. Pada awal 2025, rumor ini kembali menguat dengan laporan bahwa kedua perusahaan semakin intensif dalam diskusi mereka.
Menurut sumber yang dikutip Bloomberg, merger ini bertujuan untuk menekan biaya operasional serta mengurangi persaingan di kawasan Asia Tenggara yang memiliki lebih dari 650 juta pengguna potensial.
Penting untuk dicatat bahwa kedua perusahaan ini memiliki basis investor yang kuat, termasuk SoftBank Group Corp. dari Jepang. Dengan kondisi pasar yang semakin kompetitif, merger ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar dan memperkuat lini bisnis di sektor transportasi dan layanan keuangan digital.
Dampak Merger terhadap Konsumen
Jika merger benar-benar terjadi, salah satu dampak terbesar yang akan dirasakan adalah perubahan dalam struktur harga layanan transportasi online. Saat ini, persaingan antara Grab dan Gojek menciptakan harga yang kompetitif bagi konsumen. Namun, dengan penggabungan kedua perusahaan, kemungkinan besar akan muncul kebijakan harga baru yang lebih tinggi.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, memperingatkan bahwa merger ini bisa menciptakan dominasi pasar yang merugikan konsumen. Dengan pangsa pasar lebih dari 80% dikuasai oleh Gojek dan Grab di Indonesia, merger ini bisa menghasilkan dominasi oleh satu pemain.
Selain harga, konsumen juga bisa kehilangan pilihan dalam layanan transportasi online. Dengan semakin sedikitnya pemain di pasar, variasi layanan dan promo diskon yang biasanya ditawarkan oleh kedua aplikasi ini bisa berkurang drastis.
Pengaruh bagi Mitra Pengemudi dan Penjual
Bagi para pengemudi ojek online (ojol) dan mitra penjual, merger ini bisa memberikan dampak yang beragam. Di satu sisi, mereka bisa mendapatkan akses ke jaringan pelanggan yang lebih luas serta sistem insentif yang lebih besar. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kebijakan baru perusahaan hasil merger ini akan mempengaruhi pendapatan mereka.
Ekonom dari Indef, Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa merger ini berpotensi mengurangi persaingan di antara penyedia jasa transportasi online. Ia menjelaskan bahwa pemerintah harus menetapkan batas atas harga atau mendorong tumbuhnya perusahaan lain untuk menjadi penyedia jasa ini.
Selain itu, perusahaan ride-hailing lain seperti Maxim dan inDrive bisa kesulitan bersaing dengan entitas baru hasil merger ini. Jika tidak mampu bersaing dalam hal harga dan promosi, ada kemungkinan pemain-pemain kecil akan tersingkir dari pasar.
Regulasi dan Tantangan Hukum
Merger antara dua perusahaan besar tentu tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa pengawasan dari regulator. Di Indonesia, Undang-Undang Persaingan Usaha melarang merger yang berpotensi menciptakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menegaskan bahwa mereka akan melakukan evaluasi mendalam terhadap merger ini jika benar terjadi. Pasal 28 Undang-Undang Persaingan Usaha melarang merger dan akuisisi yang berpotensi menciptakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Jika merger ini dianggap melanggar regulasi, ada kemungkinan pemerintah akan meminta adanya restrukturisasi atau bahkan menolak kesepakatan ini untuk menjaga keseimbangan pasar.
Prospek Masa Depan Transportasi Online di Indonesia
Dengan atau tanpa merger, industri transportasi online di Indonesia akan terus berkembang. Inovasi dalam teknologi, strategi harga, dan kebijakan pemerintah akan sangat menentukan bagaimana industri ini berjalan ke depan.
Jika merger terjadi, mungkin akan muncul tantangan baru bagi pesaing untuk bertahan. Namun, di sisi lain, ada juga kemungkinan bahwa hal ini akan membuka peluang bagi perusahaan lain untuk masuk ke pasar dan menciptakan persaingan baru.
Sementara itu, konsumen dan mitra pengemudi tetap perlu memantau perkembangan ini dengan cermat, karena kebijakan baru yang dihasilkan dari merger ini akan sangat mempengaruhi ekosistem transportasi online di Indonesia.
Pertanyaan Umum Seputar Merger GoTo dan Grab
1. Apakah merger antara GoTo dan Grab sudah pasti terjadi?
Saat ini belum ada pernyataan resmi dari kedua perusahaan, tetapi diskusi mengenai merger ini semakin intensif.
2. Bagaimana dampaknya bagi pengguna layanan ojek online?
Potensi kenaikan harga dan berkurangnya promosi menjadi salah satu dampak utama jika merger terjadi.
3. Apakah merger ini akan menciptakan monopoli?
Ada potensi monopoli karena jumlah pemain di industri ini akan semakin sedikit, yang bisa mengurangi pilihan bagi konsumen.