Liputan6.com, Jakarta Malam 1 Suro merupakan momen sakral dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Bagi masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta dan Surakarta, malam ini bukan sekadar pergantian tahun, melainkan saat untuk melakukan introspeksi diri secara spiritual. Tradisi ini masih dijaga oleh berbagai lembaga budaya seperti Keraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran.
Masing-masing keraton memiliki caranya sendiri dalam menyambut malam 1 Suro. Meski serupa dalam semangat spiritualnya, terdapat perbedaan signifikan dalam filosofi, bentuk acara, dan penanggalan yang digunakan. Dari tapa bisu hingga kirab pusaka, semua prosesi mengandung nilai-nilai mendalam yang diwariskan secara turun temurun.
Untuk memahami lebih lanjut, berikut ulasan lengkap Liputan6.com mengenai perayaan 1 Suro di keempat pusat budaya Jawa tersebut, Jumat (27/6/2025)
Satu Muharam atau satu suro menjadi momen yang dianggap sakral. di momen ini, banyak warga yang berdoa memohon berkah demi pencapaian tujuan tertentu.
Perayaan 1 Suro di Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman Yogyakarta menyambut 1 Suro dengan sejumlah ritual sakral. Salah satu prosesi utamanya adalah Jamasan Pusaka, yakni pensucian benda-benda pusaka seperti keris, tombak, hingga kereta kerajaan. Laman kebudayaan.jogjakota.go.id menjelaskan, prosesi ini dilakukan pada hari-hari tertentu di bulan Suro, sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur
Puncak perayaan diadakan dalam bentuk Tapa Bisu Mubeng Beteng, yaitu berjalan kaki tanpa suara dan alas kaki mengelilingi benteng keraton sejauh 4 kilometer. Prosesi ini diawali dengan pembacaan doa akhir dan awal tahun, kemudian dilanjutkan lantunan tembang macapat penuh doa dan refleksi. Keheningan dalam prosesi ini menggambarkan perenungan spiritual dan penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Sementara itu, Puro Pakualaman memiliki tradisi serupa yang dinamakan Lampah Ratri Mubeng Beteng, dengan rute sejauh 6 kilometer mengelilingi Kadipaten Pakualaman. Masyarakat yang ikut dilarang berbicara selama prosesi berlangsung. Menurut laman pakualamankec.jogjakota.go.id, sebelum berjalan, biasanya digelar pagelaran wayang kulit dan dibagikan jenang manggul kepada peserta, sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur.
Perayaan 1 Suro di Keraton Surakarta
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki tradisi 1 Suro yang khas, yaitu Kirab Pusaka dan Kebo Bule. Kirab ini melibatkan pusaka-pusaka keraton dan hewan suci kebo bule keturunan Kiai Slamet sebagai simbol penjaga keselamatan. Prosesi kirab ini dilakukan mengelilingi area benteng Keraton Surakarta, dan menjadi daya tarik budaya tahunan yang selalu menyedot ribuan pengunjung
Yang membedakan perayaan Keraton Surakarta adalah penggunaan penanggalan Asupon khas kalender Jawa. Penentuan waktu kirab dilakukan berdasarkan siklus besar kalender Jawa, sehingga pelaksanaannya bisa berbeda tanggal dari kalender Hijriyah. Peserta kirab mengenakan pakaian adat hitam-hitam, berjalan kaki dalam keheningan, tanpa berbicara, sebagai bentuk tirakat dan introspeksi diri terhadap perjalanan hidup selama setahun terakhir.
Perayaan 1 Suro di Pura Mangkunegaran
Berbeda dari Kasunanan, Pura Mangkunegaran menyelaraskan waktu perayaan 1 Suro dengan kalender Hijriyah atau 1 Muharram, demi memudahkan tamu dan masyarakat luas. Perubahan ini dilakukan sejak masa Mangkunegara IX agar pelaksanaan tidak membingungkan publik yang lebih mengenal kalender nasional .
Prosesi utamanya adalah Kirab Pusaka Dalem, yaitu arak-arakan pusaka dari Pendapa Agung mengelilingi kompleks Mangkunegaran. Beberapa tahun terakhir, rute kirab diperpanjang hingga melintasi kawasan Ngarsopuro dan Jalan Slamet Riyadi. Melalui akun Instagram resminya, Mangkunegaran menjelaskan bahwa kirab ini dilakukan dalam suasana hening, tanpa alas kaki, dan larangan berbicara, sebagai wujud Atita: rasa syukur atas masa lalu, Atiki: kesadaran akan saat ini, dan Anagata: harapan untuk masa depan.
5 FAQ tentang Perayaan 1 Suro dalam Tradisi Jawa
1. Apa itu 1 Suro dalam kalender Jawa?
1 Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Islam. Ini merupakan momen spiritual bagi masyarakat Jawa untuk refleksi diri dan doa keselamatan.
2. Mengapa perayaan 1 Suro dilakukan dalam keheningan?
Keheningan atau tapa bisu melambangkan tirakat, introspeksi, dan kesungguhan batin. Ini berbeda dari perayaan tahun baru Masehi yang meriah, karena 1 Suro lebih menekankan keprihatinan spiritual.
3. Mengapa terdapat perbedaan tanggal perayaan antara keraton di Solo dan Jogja?
Perbedaan terjadi karena Keraton Surakarta masih memakai kalender Jawa (Asupon), sementara Mangkunegaran menyesuaikan dengan kalender Hijriyah. Sedangkan Yogyakarta dan Pakualaman mengikuti tradisi dan penanggalan Sultan Agungan.
4. Apa makna kebo bule dalam kirab Keraton Surakarta?
Kebo bule dianggap hewan keramat keturunan Kiai Slamet. Dalam tradisi, kehadiran kebo bule membawa berkah dan perlindungan, serta menjadi ikon dalam kirab 1 Suro.
5. Apakah masyarakat umum bisa mengikuti prosesi 1 Suro? Ya, baik di Yogyakarta maupun Solo, masyarakat umum boleh mengikuti kirab seperti Mubeng Beteng dan Lampah Ratri, asalkan mengikuti aturan seperti tidak berbicara dan tidak memakai alas kaki.