Liputan6.com, Jakarta Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen penting dalam kalender Islam. Umat muslim di seluruh dunia merayakannya dengan penuh syukur dan pengabdian melalui ibadah kurban. Penyembelihan hewan kurban bukan sekadar tradisi, tetapi ibadah yang memiliki makna spiritual mendalam: bentuk ketakwaan, ketaatan, dan kepedulian sosial.
Setelah prosesi penyembelihan, perhatian umat Islam beralih pada tahap penting berikutnya, yaitu pembagian daging kurban. Meski tampak sederhana, proses pembagian ini diatur secara rinci dalam ajaran Islam. Tujuannya adalah agar nilai ibadah tidak hanya dirasakan oleh shahibul kurban (orang yang berkurban), tetapi juga memberi manfaat kepada masyarakat luas, terutama mereka yang membutuhkan.
Sebagai umat muslim, memahami bagaimana pembagian daging kurban yang benar sangat penting. Kesalahan dalam praktik pembagian bisa mengurangi nilai ibadah, bahkan membatalkannya dalam beberapa kondisi. Oleh karena itu, mari kita pelajari bersama bagaimana pembagian daging kurban yang benar sesuai syariat Islam, serta ketentuan-ketentuan penting lainnya yang perlu diperhatikan, Liputan6.com Minggu (1/6/20250.
Panitia kurban Masjid Istiqlal menggunakan besek untuk membungkus daging kurban yang kan dibagikan kepada warga. Besek-besek tersebut didatangkan dari Tasikmalaya. Karena besek tidak cukup panitia menggunakan plastik ramah lingkungan.
Pembagian Daging Kurban yang Benar
Dalam syariat Islam, daging hewan kurban dibagi menjadi tiga bagian utama,
1. Sepertiga untuk Shohibul Kurban dan Keluarganya
Shohibul kurban diperbolehkan memakan sebagian dari daging hewan yang ia kurbankan, yaitu maksimal sepertiga bagian. Ini hanya berlaku bagi kurban sunnah. Jika kurban tersebut adalah nazar (wajib), maka seluruh bagian hewan harus disedekahkan tanpa mengambil sedikit pun. Hal ini merujuk pada penjelasan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib, yang menekankan bahwa memakan daging kurban hanya diperbolehkan dalam ibadah kurban sunnah.
2. Sepertiga untuk Fakir dan Miskin
Bagian ini adalah inti dari ibadah kurban: menyampaikan rezeki kepada yang membutuhkan. Daging kurban disedekahkan dalam bentuk mentah agar para penerima dapat mengolahnya sesuai kebutuhan. Bahkan, menyedekahkan seluruh bagian daging dianggap lebih utama, kecuali untuk beberapa suap yang dimakan sebagai bagian dari kesunnahan.
3. Sepertiga untuk Kerabat dan Tetangga
Sebagai bentuk silaturahmi dan mempererat ukhuwah Islamiyah, sepertiga bagian lainnya dapat diberikan kepada tetangga dan kerabat, baik mereka yang miskin maupun yang tidak miskin. Pembagian ini bersifat sosial, bukan kewajiban, tetapi sangat dianjurkan demi memperluas manfaat dari ibadah kurban.
Hal yang Tidak Boleh Dilakukan terhadap Daging Kurban
Islam juga mengatur secara ketat apa yang tidak boleh dilakukan dengan daging dan bagian tubuh hewan kurban. Berikut larangan-larangan yang harus diperhatikan:
1. Menjual Daging, Kulit, atau Bagian Tubuh Kurban
Baik kurban sunnah maupun nazar, tidak diperbolehkan menjual bagian apa pun dari hewan kurban, termasuk kulit, tanduk, bulu, dan jeroan. Penjualan bagian hewan kurban bisa membatalkan nilai ibadah jika dilakukan secara sengaja.
2. Memberikan Daging sebagai Upah
Panitia atau penyembelih kurban tidak boleh menerima bagian dari hewan kurban sebagai imbalan atau upah kerja. Mereka harus diberi bayaran terpisah, bukan dari hasil sembelihan.
3. Mendahulukan Diri Sendiri Secara Berlebihan
Shohibul kurban harus memperhatikan batas sepertiga jika ingin mengonsumsi daging kurban. Mengambil lebih dari itu, terutama jika mengabaikan hak fakir miskin, bisa mengurangi nilai ibadah kurban.
Siapa Saja yang Berhak Menerima Daging Kurban?
Islam dengan jelas menetapkan siapa saja yang layak menerima daging kurban. Ini bertujuan agar pembagian tepat sasaran dan membawa manfaat yang luas.
1. Fakir dan Miskin
Mereka adalah prioritas utama penerima daging kurban. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 28, umat Islam dianjurkan untuk “memberi makan orang yang sengsara lagi fakir”. Fakir dan miskin berhak menerima dalam jumlah yang cukup sebagai bentuk keadilan sosial.
2. Kerabat, Tetangga, dan Sahabat
Mereka juga bisa menerima daging kurban, meskipun tidak masuk kategori miskin. Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan sosial dan ukhuwah. Namun, bagian yang diberikan kepada mereka tidak boleh melebihi bagian untuk fakir miskin.
3. Orang Kaya
Sebagian ulama membolehkan memberi sebagian daging kurban kepada orang kaya, namun hanya sebagai bentuk hadiah sosial, bukan sedekah. Sebaiknya, hal ini tidak mengurangi porsi fakir miskin yang menjadi prioritas utama.
Ketentuan yang Harus Diperhatikan saat Membagikan Daging Kurban
Untuk memastikan distribusi daging kurban berlangsung lancar dan sesuai syariat, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh panitia kurban dan shahibul:
1. Waktu Pembagian
Penyembelihan dilakukan pada 10 Dzulhijjah setelah salat Id dan dapat dilanjutkan hingga akhir hari Tasyrik (13 Dzulhijjah). Pembagian sebaiknya dilakukan segera setelah penyembelihan untuk menjaga kesegaran dan memudahkan penerima.
2. Bentuk Daging
Daging sebaiknya dibagikan dalam bentuk mentah. Namun, sebagian kecil dapat dimasak dan disajikan dalam kegiatan makan bersama sebagai bentuk kebersamaan.
3. Berat Ideal untuk Setiap Penerima
Menurut pandangan ulama, minimal daging yang diberikan kepada satu orang adalah sekitar 1 kilogram. Ini untuk memastikan bahwa pembagian memiliki arti dan manfaat nyata bagi penerima.
4. Sistem Distribusi
Panitia disarankan untuk mendata calon penerima terlebih dahulu agar distribusi tidak tumpang tindih dan adil. Jika memungkinkan, pengantaran langsung ke rumah penerima lebih dianjurkan, terutama untuk menghindari antrean panjang dan potensi kerumunan.
5. Perhitungan Daging Kurban
Distribusi harus didasarkan pada perhitungan yang tepat. Sebagai contoh, seekor sapi dengan berat hidup 350 kg akan menghasilkan ±122,5 kg daging bersih. Jika kurban untuk tujuh orang, maka setiap orang mendapat ±17,5 kg. Daging ini kemudian dibagi menjadi tiga: ±5,83 kg untuk shahibul, untuk fakir miskin, dan untuk kerabat/tetangga.